Putin dan Trump (Foto: Reuters)
Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pada hari Minggu (09/07) bahwa ia dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan mendiskusikan pembentukan unit keamanan siber. Gagasan ini memperoleh kritikan keras dari para pejabat Republik yang menganggap bahwa Moskow tidak dapat dipercaya, setelah adanya tuduhan mencampuri pilpres AS tahun 2016 llau.
Reuters melansir, Presiden Trump mentweet setelah pertemuan pertamanya dengan Presiden Vladimir Putin, ia mengatakan bahwa sekarang adalah waktunya beerja secara konstruktif dengan Moskow, menunjuk pada kesepakatan gencatan senjata di Suriah, yang mulai berlaku pada hari Minggu kemarin.
"Putin dan saya membahas untuk membentuk unit keamanan siber yang tidak dapat ditembus, sehingga tidak akan terjadi kecurangan di pemilihan," ujar Trump.
Serangan ke Kursk Hancurkan Tiga Jembatan, Presiden Ukraina Sebut Pembalasan Rusia hanya Gertakan
Ide Trump ini tentunya ditentang keras oleh tiga senator Rebuplikan, senator South Carolina Lindsey Graham, senator Arizona John McCain, dan senator Florida Marco Rubio.
"Bukan ide paling bodoh yang pernah saya dengar, tapi cukup dekat," ujar Graham ketika berada di acara NBC "Meet the Press". "Tidak ada hukuman," ujar McCain dalam program CBS "Face the Nation", Putin yang notabene berusaha mengubah hasil pemilihan, dapat lolos begitu saja," tambahnya.
Rubio mentweet, "bermitra dengan Putin dalam pembentukan unit keamanan siber, mirip dengan bermitra dengan Assad dalam unit senjata kimia."
Pada kampanyenya terdahulu, Trump berjanji untuk melakukan pendekatan ulang dengan Moskow, namun hal itu tidak dapat dilaksanakan lantaran pemerintahannya diselidiki atas tuduhan campur tangan Rusia dalam pilpres.
Perwakilan partai Demokrat Adam Schiff, mengatakan bahwa Rusia tidak dapat menjadi mitra yang kredibel dalam unit keamanan siber, "jika itu (unit kemanan siber yang dibentuk dengan Rusia) aalah pertahanan terbaik dalam pilpres AS, mungkin kami juga akan mengirimkan surat suara kami ke Moskow," cemohnya.
KEYWORD :Amerika Serikat Rusia Unit Keamanan Siber