| Kamis, 20/07/2017 21:58 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami pihak-pihak yang disebut kecipratan uang dari e-KTP, seperti yang disebutkan majelis hakim dalam pertimbangan putusan terdakwa Irman dan Sugiharto. Salah satu pihak yang disebut adalah politikus Golkar Ade Komarudin.
Selain
Akom -sapaan Ade Komarudin- ada beberap pihak lainnya yang turut disebut. Di antaranya anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Akom sendiri sebut menerima uang sebesar 100 ribu dollar Amerika atau sekitar Rp 1 miliar, Miryam 1,2 juta dollar Amerika dan Markus sejumlah 400 ribu dollar Amerika atau sekitar Rp 4 miliar.
"Tentu kita akan analisis lagi, pelajari lagi," ungkap Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Kamis (20/11/2017).
Pertimbangan majelis hakim dapat digunakan
KPK untuk mengambil tindakan hukum. Termasuk mejerat
Akom jadi pesakitan selanjutnya.
Dikatakan Febri, pihaknya tetap mengejar pihak-pihak yang ditenggarai mendapat aliran dana dari proyek bernilai Rp 5,9 triliun tersebut. Langkah tersebut diambil untuk mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Karena itu salah satu cara untuk mengembalikan uang kerugian negara," ungkap Febri.
"Ada cukup banyak sebenarnya pihak-pihak yang diduga mendapatkan aliran dana," ditambahkan Febri.
Disisi lain, lanjut Febri, vonis majelis hakim terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto semkin menguatkan bahwa proyek itu amis rasuah. Majelis hakim Tipikor sebelumnya menyatakan jika Irman dan Sugiharto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi e-KTP.
Pernyataan itu disampaikan Febri sekaligus menepis pernyataan sejumlah pihak yang menuding jika kasus korupsi proyek e-KTP hanya khayalan. Salah satu pihak yang menyatakan hal itu adalah Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.
Menurut Febri, putusan Pengadilan Tipikor Jakarta membuktikan adanya korupsi terkait proyek e-KTP. Karena itu, Febri meminta pihak-pihak yang menyebut kasus ini khayalan untuk membaca secara lengkap putusan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Yang pasti dari putusan tadi kita makin mengetahui kalau indikasi korupsi e-KTP punya bukti yang kuat sampai divonis bersalah di pengadilan. Jadi kalau ada pihak-pihak yang mengarakan bahwa kasus e-KTP hanya khayalan, saya kira lebih baik membaca secara lengkap putusan tersebut," tegas Febri.
Fahri yang sudah dipecat PKS sebelumnya menuding jika kasus korupsi e-KTP hanya omong kosong dan hanya yang dibuat oleh Ketua
KPK Agus Rahardjo, penyidik
KPK Novel Baswedan dan mantan Bendum Partai Demokrat M Nazaruddin. Bahkan, Fahri menyebut kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun hanya khayalan.
Ketua
KPK, Agus Rahardjo tak mau ambil pusing dengan tudingan tersebut. Agus menyerahkan kepada publik mengenai tuduhan Fahri tersebut.
Yang jelas, kata Agus, tak mungkin Pengadilan memutuskan perkara yang hanya khayalan. "Ya jadi anda bisa evaluasi sendiri ya. Kalau khayalan masa hakimnya menentukan hal yang khayal gitu kan. Anda tentukan sendiri," ucap Agus.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya menjatuhkan vonis 7 tahun dan 5 tahun pidana penjara terhadap Irman dan Sugiharto. Kedua mantan pejabat Kemdagri itu dinyatakan sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama.
Irman dan Sugiharto dinilai telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
KEYWORD :
E-KTP Akom KPK Ade Komaruddin