Menristekdikti Mohamad Nasir (foto: Fatimah Larasati Harahap)
Makassar – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir membenarkan anggaran untuk riset di Indonesia masih tergolong minim. Dari total Rp12.439 triliun pendapatan domestik bruto (GDP) tahun lalu, hanya Rp23 triliun yang dianggarkan untuk membiayai riset. Artinya, riset hanya memperoleh porsi 0,18 – 0,2 persen dari total GDP.
“Tahun lalu, ekuivalennya 75 persen pemerintah (dari total Rp23 triliun, Red), dan 25 persennya swasta. Kontribusi swasta ini yang harus kita dorong,” kata Menristekdikti, Rabu (9/8) di Makassar.
Indonesia, menurut Nasir masih kalah dari Singapura dalam urusan penganggaran riset. Negara tetangga tersebut mampu mengeluarkan 2,6 hingga 2,8 persen dari total GDP-nya. Bahkan keterlibatan swasta di Singapura lebih besar dari anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah.
“Di Singapura, total biaya riset yang mereka keluarkan sudah 2,60 sampai 2,8 persen. 2,8 persen itu 80 persennya dibiayai industri dan swasta. Sementara pemerintah hanya 20 persen. Di indonesia sekarang dana yang dikeluarkan pemerintah untuk riset itu tinggi sekali,” tambahnya.
Demi menekan komitmen pemerintah dalam hal ini, Nasir sudah mengajukan anggaran riset melalui Peraturan Presiden (Perpres). Saat ini Perpres tersebut sudah disetujui oleh beberapa kementerian lembaga.
“Sudah tahap harmonisasi. Saya juga sudah paraf dari Kemristekdikti. Sekarang rancangan Perpres itu ada di ibu Menko PMK (Puan Maharani, Red). Menteri Hukum dan HAM sudah selesai, MenPAN-RB sudah, Menteri Keuangan dan Bappenas juga sudah selesai. Mungkin nanti ada beberapa masukan,” ucap Menteri Nasir.
Riset Pendidikan Kemristekdikti