Sabtu, 23/11/2024 06:21 WIB

Setnov Harus Mundur dari Ketua DPR, Punya Etika?

Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto (Setnov) masih menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketum Partai Golkar.

Setya Novanto

Jakarta - Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto (Setnov) masih menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.

Menanggapi hal itu, Pakar Politik dari Unpad Muradi mengatakan, secara etika politik Setnov seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, etika merupakan di atas konstitusi.

"Saya kira kalau soal etika, pertama dia harus mundur sebagai Ketua DPR dan ketua umum Partai Golkar. Masalah etika itu di atas UU," kata Muradi, kepada Jurnas.com, Jakarta, Sabtu (12/8).

Jika tidak, kata Muradi, status Setnov sebagai tersangka akan merusak citra DPR sebagai lembaga negara yang mewakili rakyat dan Partai Golkar.

"Publik harus mendorong Setnov untuk mundur, karena ini menyangkut nama baik kelembagaan negara. Kalau tidak ini menjadi preseden buruk, dimana seorang tersangka memimpin DPR," tegasnya.

Diketahui, pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, hingga saat ini Setnov enggan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KEYWORD :

Setya Novanto Setnov Tersangka e-KTP Kasus e-KTP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :