Minggu, 24/11/2024 04:25 WIB

Cak Imin: Islam dan Politik Mustahil Dipisahkan

A Muhaimin Iskandar saat mengisi Stadium Generale di Universitas Diponegoro, Semarang, Rabu (30/08/2017).

Semarang – Jika merunut jejak sejarah nusantara dan dunia soal perdebatan klasik tentang Islam dan politik, apakah merupakan dua hal yang semestinya dipisahkan atau menyatu? Jawabannya: Islam dan politik mustahil dipisahkan.

Demikian kata A Muhaimin Iskandar saat menjadi narasumber kuliah umum di Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 30/8/2017.

Kuliah umum ini dilaksanakan mulai pukul 09.30, dihadiri sekaligus dibuka oleh Rektor Undip, Prof. Yos Johan Utama serta jajaran akademisi senior lainnya. Dekan Fisip Undip, DR Sunarto. Kuliah umum ini juga dihadiri Menristekdikti M. Nasir, Mendes PDTT Eko Sandjojo dan Menaker Hanif Dhakiri.

Di hadapan para mahasiswa, politisi yang akrab disapa Cak Imin ini menyampaikan materi bertajuk “Membumikan Pancasila dan Islam Rahmatan lil Alamin Dalam Sistem dan Lanskap Politik Nasional dan Daerah”.

Cak Imin mengutarakan analisisnya soal sejumlah persoalan faktual yang tengah dialami bangsa, mulai dari kecenderungan mengerasnya pemahaman agama yang dangkal, kemiskinan, ketidakadilan dan beragam masalah lainnya.

"Sejak kelahirannya, gerakan Islam merupakan entitas yang menjadi bagian dari kekuasaan politik, atau dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan yang telah ada. Kompromi, persuasi, koalisi, oposisi, konsensus bahkan perang, merupakan bagian integral dalam perkembangan Islam," kata Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Maka, lanjut dia, Islam politik janganlah dimaknai sebagai hal yang negatif. Namun Islam politik sama sekali tidak identik dengan fundamentalisme. Ia menawarkan Islam rahmatan lilalamin sebagai konsep dan "ideologi" Islam politik, yang wajib diturunkan ke dalam program kerja konkret bagi siapapun yang meyakininya.

Menurutnya, dua hal yang prinsip dalam `ideologi` Islam rahmatan lil alamin adalah kemanusiaan dan keadilan. Kemanusiaan bermakna rasa belas kasih dan solidaritas kepada siapapun yang membutuhkan, apapun latar belakang agama, sosial dan politiknya. Sementara keadilan bermakna penegakan hukum seadil-adilnya serta pemenuhan hak mendasar rakyat sesuai konstitusi.

"Maka, jangan lagi didikotomikan antara Pancasila dan Islam, kebangsaan dengan Islam. Ada dua kata, ‘adil’ dalam Pancasila dan ada satu kata ‘kemanusiaan.’ Sudah sejalan secara prinsipil dengan rahmatan lil alamin,” ujarnya.

“Orang-orang yang mendikotomikan Islam dengan Kebangsaan adalah kaum tuna sejarah. Mereka pura-pura lupa bahwa perjuangan kemerdekaan banyak negara Asia Afrika, bahkan negaranya sendiri, adalah kolaborasi solid antara cinta pada Islam dan cinta pada Tanah Air," kata Cak Imin menegaskan.

Ia kemudian menjelaskan, bangsa ini berpikir keras menemukan jalan membumikan Pancasila. Harusnya, Pancasila dibumikan bukan dalam ruang hampa, namun dalam lingkup yang saat ini penuh problema.

"Maka, prasyarat dasarnya perlu terus diperbaiki agar upaya membumikan bisa efektif. Pertama, tegakkan hukum dan berikan keadilan. Kedua, penciptaan lapangan kerja dan pemenuhan hak dasar agar rakyat merasa terus punya harapan, harga diri dan pikiran positif. Ketiga, teladan dari para pemimpin. Jika tiga pra syarat dasar ini bisa kita penuhi, membumikan Pancasila menjadi kerja yang lebih sederhana dan lebih mudah," katanya.

KEYWORD :

Muhaimin Iskandar politik islam rahmatan lil alamin




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :