Marlen Sitompul | Senin, 04/09/2017 16:32 WIB
Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta - Penyidik independen di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak sah. Sebab, berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, disebutkan bahwa penyidik dan penuntut umum yang definitif diangkat KPK.
Demikian disampaikan Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Suhadi, saat rapat dengar pendapat umum dengan
KPK/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Pansus Angket
KPK, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/9). Menurutnya, dalam perkembangan lebih lanjut timbul istilah penyidik independen
KPK.
"Dalam proses peradilan ada yang menyatakan bahwa penyidik yang dilakukan independen ini tidak sah," kata Suhadi dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Pansus Hak Angket
KPK Masinton Pasaribu.
Hakim agung Mahkamah Agung ini mengatakan, jika nanti dilakukan revisi UU
KPK persoalan ini harus menjadi perhatian. "Supaya kualifikasi penyidik itu jelas," tegasnya.
Selain itu, Suhadi juga menyoroti masalah kewenangan penyidikan dan penuntutan serta kewengan peradilan. Menurutnya, ketika
KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan korupsi, lalu berkembang menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan di dalam UU 30/2002, kata Suhadi, kewenangan
KPK itu hanya menyelidik, menyidik dan menuntut perkara korupsi. Dari pemaparan itu, Suhadi menuturkan, muncul pertanyaan yang belum bisa terjawab sampai saat ini.
"Pertanyaannya, apakah penyidik
KPK berkewenangan melakukan penyidikan tipikor?" katanya.
Suhadi menuturkan, tidak jarang hakim yang menyidangkan perkara itu berbeda pendapat dalam melaksanakan tugasnya. "Ada yang berpendapat
KPK tidak berwenang ada yang berpendapat
KPK berwenang dengan argumentasi hukum sendiri," katanya.
Sekali lagi, Suhadi meminta, jika UU
KPK direvisi maka persoalan ini harus diatur tegas. "Antara kewenangan
KPK sebagai penyidik dan penuntut umum, dan kewenangan pengadilan tipikor agar tidak ada perbedaan pendapat para hakim di lapangan," tegasnya.
KEYWORD :
Pansus Angket KPK Revisi UU KPK KPK