Pengunsi Rohingya meninggalkan kampung halamannya ke Bangladesh (Foto: Al jazeera)
Islamabad - Pemerintah Pakistan pada Minggu (3/9) menyatakan suara keprihatinan atas laporan meningkatnya jumlah pengunsi Rohingya yang tewas dan pemindahan paksa Rohingya. Ia mendesak Myanmar untuk melindungi hak-hak minoritas Muslim.
Permerintah Islamabad mendesak pemerintah Myanmar untuk menyelidiki laporan pembantaian dan mengadili para pelaku. Pakistan berjanji untuk bekerja dengan masyarakat internasional, khususnya OKI (Organization of Islamic Cooperation), untuk melindungi hak Rohingya.
Pemenang Nobel termuda di dunia, Malala Yousafzai, mempertanyakan kevakuman konselor negara Myanmar. Melalui twitternya ia mengatakan, Selama beberapa tahun terakhir, saya berulang kali mengutuk perlakuan tragis nan memalukan ini. Saya menunggu rekan peraih Nobel Aung San Suu Kyi untuk melakukan hal yang sama. Dunia sedang menunggu dan Muslim Rohingya sedang menunggu.
Sekretaris Jenderal Kongres Muslim Dunia, Raja Zafar ul Haq, mengatakan kepada Arab News, ”Kami berpendapat setelah dibebaskan dari tahanan rumah yang panjang dan ditempatkan di posisi pemerintahan tertinggi, Suu Kyi seharusnya membantu Rohingya dan meringankan kesengsaraan mereka. Namun, saya kecewa karena ia tidak mengambil tindakan apapun, hanya untuk menenangkan para pemilih Myanmar untuk melindungi posisi politiknya.”
Pemimpin oposisi Pakistan Imran Khan mengkritik penerimaan Nobel Suu Kyi menyusul serangan genosida terhadap Rohingya. Khan juga mengecam dunia Muslim karena mengabaikan penderitaan mereka (Rohingya).
Haq mengatakan, membuka pintu Pakistan ke Rohingya akan mendapat perlawanan domestik yang ketat karena negara tersebut telah menampung jutaan pengungsi Afghanistan.
”Kami sudah melayani pengungsi (di masa lalu), termasuk beberapa dari Bangladesh dan Myanmar. Membiarkan lebih banyak pada titik ini akan memiliki efek serius pada populasi besar dan reaksi negatif dari orang-orang.” katanya dilansir Arab News pada Selasa (5/9)
Pakistan Rohingya Myanmar