| Rabu, 06/09/2017 16:06 WIB
Mantan Irjen Kemendes PDTT Sugito (tengah) dengan rompi tahanan meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Sabtu (27/5/2017).
Jakarta - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) memberikan "fasilitas dan service" yang maksimal kepada sejumlah aditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Disinyalir pemberian itu terjadi saat sejumlah auditor mengaudit laporan keuangan di Kemendes.
Hal tersebut terungkap saat Kepala Bagian Analisa dan Pemantau Hasil Pengawasan
Kemendes PDTT, Dian Rediana bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016 dengan terdakwa Sugito dan Jarot Budi Prabowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/8/2017).
Dalam persidangan, Jaksa
KPK sempat menunjukkan barang bukti berupa catatan laporan keuangan Rekapitulasi Pengeluaran Pendampingan BPK RI tanggal 22-25 Februari 2017 di Provinsi Banten.
Dalam catatan itu, Kemendes membiayai seluruh akomodasi auditor BPK. Mulai dari biaya hotel, biaya transportasi, makan durian, hingga oleh-oleh untuk auditor BPK dibiayai oleh Kemendes. Bahkan, ada juga biaya karaoke senilai Rp 708.750.
Dalam kesaksiannya, Dian Rediana tak membantah jika pihaknya pernah membiayai karoke sejumlah auditor BPK.
"Karena memang itu ada yang minta dari BPK `Pak sudah lama engga karaoke`. Itu ada karaoke di depan. Nah saya engga mungkin sendiri, saya ajak temen saya, staf saya yang muda muda," ujar Dian.
Tak hanya itu, Kemendes juga sempat membelikan oleh-oleh kepada Auditor BPK dalam perjalanan dinas tersebut. Oleh-oleh dan karaoke bareng tersebut dibiayai dari uang saweran setiap unit kerja di
Kemendes PDTT.
"Gula yang dibeli (oleh-oleh), iya itu saya bagikan ke semua (termasuk BPK), dan buat teman di kantor juga," terang Dian.
Lebih lanjut Dian menerangkan mengenai pembiayaan yang bersumber dari hasil patungan rekan kerja di setiap unit kerja
Kemendes PDTT. Menurut Dian, uang yang digelontorkan untuk perjalanan dinas bersama BPK tersebut dengan nilai total Rp 20 Juta. Adapun, uang Rp 20 Juta tersebut dibagi untuk dua tim yang akan jalan ke daerah Banten.
"Benar sesuai pesannya untuk biaya operasional di lapangan tim pendamping dan BPK. Karena memang agak sulit kalau kami antar tamu kan enggak mungkin kita pisahkan makanan kita dan juga kendaraannya. Uang 20 Juta enggak abis, sisa 4 jutaan. Kita bawa dua tim masing-masing pegang Rp10 Juta. Saya ke Lebak Selatan dan satu lagi ke Anyer," tutur Dian.
Selain Dian, jaksa juga menghadirkan Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD)
Kemendes PDTT Taufik Madjid dalam persidangan. Dalam keterangannya, Taufik tak membantah pernah membicarakan audit laporan keuangan
Kemendes PDTT dengan Auditor BPK, Choirul Anam.
Pembahasan mengenai audit itu dilakukan di sebuah tempat karaoke di Menara Jamsostek, Jakarta. Jaksa menduga Anam dan Taufik saat itu membicarakan tentang audit laporan keuangan
Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
Taufik mengaku hadir ke tempat karoke itu atas undangan Anam. Menurut Taufik, pertemuan itu berlangsung pada pukul 10.00 malam.
"Ini kan pertemuan sudah malam, di luar jam kantor, saya beranikan diri ke tempat karaoke. Kenapa saya harus ke sana, karena hobi saya nyanyi," kata Taufik saat bersaksi.
Sugito dan Jarot didakwa memberikan uang Rp 240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.
Diduga pemberian uang itu dimaksudkan agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016. Uang suap itu berasal dari saweran sembilan unit kerja eselon I di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
KEYWORD :
Suap WTP Kemendes PDTT KPK