Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta - Direktur Penyidikan Komisi Pembernatasan Korupsi (KPK) Brigadir Jenderal Pol, Aris Budiman Bulo mengaku tersinggung dengan tuduhan kasar penyidik Novel Baswedan kepadanya melalui email. Aris merasa tuduhan yang dilayangkan Novel melalui email itu cenderung fitnah dan telah melewati batas.
"Pada saat itu terjadi dikirimkan email kepada saya, saya baca, saya sangat tersinggung. Tentu saya marah, merasa terhina, tapi saya berusaha tenang," ungkap Aris saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu (6/9/2017).Menurut Aris, dirinya selama ini sudah berusaha tenang menghadapi manuver Novel. Namun, Novel justru semakin gencar. Dan puncaknya, melayangkan tuduhan kasar melalui email tersebut.Pasca menerima email dari Novel itu, kata Aris, dirinya langsung menghadap Deputi Penindakan dan pimpinan KPK. Dalam pertemuan itu, kata Aris, dirinya menceritakan semua tindakan Novel Baswedan Cs.
"Sore hari itu, kalau tidak salah, saya dengan Pak Lutfi menghadap pimpinan, deputi penindakan. Dan pada saat di pimpinan, beliau-beliau menanyakan kepada saya, saya katakan bahwa saya tenang menghadapi ini. Tetapi tentu saya sebagai pimpinan (Direktur Penyidikan), kemudian sebagai manusia tersinggung dengan ucapan-ucapan yang diucapkan dalam email tersebut," tegas mantan Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Mabes Polri itu.
Pimpinan KPK, kata Aris, saat itu menyatakan akan menindaklajuti laporan tersebut. Namun setelah ditunggu satu hingga dua pekan, pimpinan KPK tak juga melakukan upaya yang sepatutnya.
"Suatu saat saya menghadap lagi kepada pimpinan, lalu saya bilang kepada pimpinan tersebut, `sampai sekarang tindakan lembaga ini yang seorang penyidik memberikan surat email seperti itu tidak diproses`. Lalu pada saat itu pimpinan mulai memprosesnya," terang dia.
Perseteruan Aris dan Novel ini mencuat di hadapan Pansus Angket DPR beberapa waktu lalu. Aris saat itu diundang oleh Pansus untuk diklarifikasi mengenai sejumlah hal. Termasuk mengenai konflik di tubuh KPK dan dugaan pertemuan dengan anggota komisi III DPR ketika KPK mengusut kasus e-KTP. Ditegaskan Aris, tindakannya hadir rapat Pansus Angket bukan suatu tindakan yang ilegal. Sebab, kata Aris, dirinya telah melalui semua proses dan mekanisme administrasi yang ada di KPK.
"Lah saya kan di dalam KPK, saya dipanggil oleh pansus, ya saya hadir sebagai warga negara yang patut datang pangilan penyelidik lembaga legal di Republik ini. Meski bukan penyelidikan hukum, tapi penyelidikan untuk menentukan kebijakan negara selanjutnya apa," tutur mantan Kapolresta Pekalongan itu.
Aris menyebut fakta yang disampaikan dihadapan Pansus bukan sekedar masalah etik biasa yang dilakukan Novel. Aris menilai persoalan email tersebut seperti laiknya puncak gunung es. "Gini, kan (Dirdik KPK) itu kosong lama, kemudian saya masuk. Saya tidak tahu perkembangan seperti apa. Saya bilang di DPR, ingatlah perkara saya, saya dikirimi email, meski mereka menilai itu hanya masalah etik, tapi bagi saya tidak seperti itu, rangkaiannya panjang sekali. Dan puncak dari itu, dia (Novel Baswedan) tuduh saya tidak berintegritas, terburuk sepanjang," ucap mantan Dirreskrimsus Polda Metro Jaya itu.Aris menepis semua tuduhan miring kepadanya. Mulai dari pembangkangan terhadap perintah atasan untuk tak menghadiri undangan pansus, tudingan ingin menggembosi KPK, sampai duduhan ikut terima uang Rp 2 miliar terkait penanganan perkara e-KTP. Aris pun menantang pihak-pihak yang telah menuding dirinya melawan perintah atasan KPK dengan menghadiri Pansus angket untuk membuktikannya.
"Saya sudah on the track. Saya jamin. Saya jamin semua itu. Keputusan apapun diambil pimpinan saya laksanakan, termasuk saya sudah satu minggu tidak ada pemeriksaan terhadap Novel, setelah saya ngomong, "Pak ini kok tidak dtindaklanjuti, tindakan Novel terhadap saya", barulah PI (Pengawas Internal KPK) memeriksa," kata Aris.
"Diminta seminggu dua minggu, kemudian saya disuruh hentikan, supaya didamaikan, katanya. Justru ditemukan seperti ini, dengan lantang mereka (Novel Baswedan Cs) meneriaki kami yang Polri ini adalah penyusup. Tukang bocorin berkas dan sebagainya. Coba (lihat itu) muncul di dalam koran-koran, majalah-majalah nasional itu seperti apa? Itu kan detail sekali," ditambahkan Aris.Menurut Aris, rekam jejaknya selama ini sudah sangat jelas. Publik, kata Aris, bisa melacak ke sejumlah daerah di Indonesia dimana dirinya pernah bertugas sebagai anggota Polri. Tak hanya terkait perkerjaan, kata Aris, dirinya juga sangat melarang keras, anak, istri serta keluarganya memakai otoritasnya untuk melakukan hal-hal tertentu. Terlebih sampai menyalahi peraturan perundang-undangan.
"Saya tidak usah ngomong. Urasan wartawan, misalnya koran apa, pastikan ada cabangnya di sana, di Pekalongan saya seperti apa di sana, di Jawa Tengah seperti apa saya di sana? tanyalah kawan-kawan di sana, angota-anggota saya di sana. Kalau saya dibilang tak integritas, wong tak pernah kok saya lakukan pelanggaran sebagainya. Saya berkarir tak pernah menggunakan otoritas, saya tidak pernah mengunakan apapun itu. Saya merangkak lho berkarir itu. Tapi saya tidak pernah mengeluh. Tidak," tandas Aris. KEYWORD :
Pansus Angket KPK Aris Budiman