Sabtu, 23/11/2024 05:12 WIB

Pencerahan Menteri Desa Berujung Redup

Wajar atau tidak wajar, Ketua KPK, Agus Rahardjo memastikan akan mendalami lebih lanjut mengenai pertemuan tersebut.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi, Eko Sandjojo sebelum diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal suap BPK (Foto: Jurnas.com/rangga)

Jakarta - Pria bernama Ighfirli Ya Allah, seorang tenaga kontrak pada Kementerian Desa, Pembangunan  Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) mengantarkan atasannya, Jarot Budi Prabowo ke kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Jarot yang menjabat sebagai Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendes ini, akan menemui lagi atasannya, Sugito yang jabatannya sebagai Irjen Kemendes di Kantor BPK.

Di gedung BPK itulah, pada 4 Mei 2017 Ighfirli mengetahui “ada sowanan” Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo yang ditemani Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes, Anwar Sanusi dengan Auditor BPK Rochmadi Saptogiri.
"Waktu itu yang masuk ada Pak Sekjen, sama Pak Menteri Eko," kata Firli.

Itulah kesaksian yang dilontarkan Firli di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Rabu, 30 Agustus 2017.  Sowanan Menteri Desa itu diungkapkan Firli pada persidangan kasus suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Dua puluh dua hari setelah sowanan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi alias (KPK) menangkap Jarot dan Sugito lantaran diduga menyuap dua auditor BPK, yakni Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli. Uang suapnya sebesar Rp240 juta untuk “mengamankan” opini WTP tahun anggaran 2016.

Awalnya Ighfirli tak mengetahui siapa yang ditemui Mendes dan Sekjen PDTT. Ia belakangan baru mengetahui bahwa yang ditemui adalah auditor BPK, Rochmadi Saptogiri.

"Saya baru tahu pas diperiksa KPK," cerita Firli.

Menurut Ighfirli, pertemuan itu membahas laporan keuangan Kementerian PDTT. Sepengetahuan Ighfirli, dalam pembahasan itu ada pembicaraan mengenai opini WTP untuk Kemendes. Ighfili mengetahui soal pembahasan opini WTP untuk Kemendes itu dari Jarot.

"Kalau ketemu BPK pasti bahas laporan keuangan. Saya ngobrol ke  pak Jarot, WTP pasti. (Jarot kemudian mengutarakan) Wess ngerti (ke Ighfirli)," kata dia.

"Sudah pasti. Saya pahami itu jangan bilang siapa-siapa bahwa pasti WTP," kata Firli.

Adakah yang biasa dari bertemunya seorang menteri dengan seorang auditor BPK.  Wajarkah? Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menilai ada yang tidak wajar mengenai pertemuan Menteri Desa dengan auditor BPK Rochmadi Saptogiri.

Abdullah menduga ada konflik kepentingan terkait pertemuan tersebut. Terlebih diduga pertemuan itu terkait pembahasan mengenai WTP terhadap kementerian yang digawangi Eko. 

"Ya tidak wajar. Berarti ada konflik kepentingan," ungkap Abdullah kepada Jurnas.com.

"Kan seharusnya, setelah selesai audit, auditor menyerahkan hasil pemeriksaannya ke instansi terkait," ditambahkan Abdullah.

Menurut Abdullah, KPK harus mendalami dan mengembangkan fakta sidang tersebut. “Apalagi diduga WTP Kemendes diperoleh dengan jalan tak wajar lantaran ada rasuah,” ujarnya.

"Kalau ternyata hasil WTP diperoleh secara tidak wajar, KPK dapat menelisiknya, apakah ada terjadi penyalahgunaan jabatan atau ada proses pemerasan atau penyuapan," tegas Abdullah.

Menteri Eko Sandjojo kepada jurnas.com melalui pesan WhatApps membenarkan pertemuan itu. Kata dia, secara reguler ketemu dengan BPK sebagai mitra kerja.

"Benar Pak, saya memang secara reguler ketemu dengan anggota BPK sebagai mitra kerja. Dan selalu didampingi oleh eselon 1 saya," ujarnya.                     

Apa yang dibicarakan pada pertemuan itu? "Bicara yang umum-umum  saja dan mendengar saran-saran perbaikan yang harus dilakukan di Kementerian desa. Dan secara reguler anggota BPK, pimpinan KPK, BPKP dan deputy Kemen PAN RB saya undang juga untuk melakukan pencerahan ke seluruh pegawai Kemendes PDTT Pak," ujar Menteri Desa.

Soal pencerahan itu, Eko Sandjojo mengatakan, selama menjadi menteri sudah tiga kali meminta pencerahan dari BPK, KPK, BPKP, Kemenpan di Kemendes secara bersamaan.

Mengapa tidak bertemu dengan Ketua BPK, Harry Azhar Azis? Menteri Desa mengatakan, dari BPK bukan ketua tapi anggota BPK yang biasa memberikan pencerahan. "Dari KPK yang pernah memberikan pencerahan Pak Saud, Pak Laode dan Ibu Basaria.  Dari BPKP dan Kemenpan juga deputynya," ujarnya.

Wajar atau tidak wajar, Ketua KPK, Agus Rahardjo memastikan akan mendalami lebih lanjut mengenai pertemuan tersebut. Katanya, setiap kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK pasti akan dikembangkan, termasuk kasus dalam dugaan suap yang dilakukan pejabat Kemendes untuk memperoleh WTP tersebut.

Agus tak menampik pengembangan yang dilakukan pihaknya untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. Termasuk diduga keterlibatan Mendes Eko. "Kita dalami dari hasil pemeriksaan di pengadilan. Kasus itu kan pasti berkembang," papar Agus. (Rusman)

KEYWORD :

Suap WTP Kemendes PDTT KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :