Malala Yousafzai
Jakarta - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai mendesak masyarakat internasional untuk melindungi hak minoritas etnis Rohingya di Myanmar. Ia meminta pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk berbicara kepada masyarakat Rohingya.
”Sekarang, kami tidak bisa tinggal diam. Jumlah mengungsi Rohingya dari hari ke hari kian membengkak,” kata Malala kepada BBC.
Pada kamis (7/9), badan pengungsi PBB UNCHR mengatakan hampir 150.000 pengunsi. Pejabat lokal di Distrik Cox`s Bazar di perbatasan Bangladesh dengan Myanmar percaya jumlahnya mendekati 200.000 orang.
Mahasiswa Bangladesh Berencana Bentuk Partai Baru untuk Cegah Pemerimtahan Otoriter Berulang
Malala, Aktivis hak asasi manusia (HAM) yang kini ini berkuliah di Oxford ini mengaku prihatin dengan kehidupan yang dihadapi etnis Rohignya. Berbicara di Oxford, ia meminta tanggapan internasional terhadap kekerasan yang terjadi di Myanmar.
”Saya pikir Anda tidak bisa membayangkan dalam sesaat tinggal di negara sendiri namun tak diakui sebagai warga negara,” kata Malala.
”Ini harus menjadi isu hak asasi manusia. Pemerintah harus bereaksi terhadapnya terhadap nestapa para pengunsi yang menghadapi kekerasan. Anak-anak dirampas pendidikannya, mereka tidak dapat menerima hak-hak dasar dan akan hidup dalam situasi terorisme, bila ada begitu banyak kekerasan di sekitanya, sangat sulit dilakukan. Kita perlu bangun dan meresponsnya,dan saya berharap Aung Sang Suu Kyi meresponsnya juga," tambahnya.
Malala, sekarang berusia 20 tahun, akan menjadi sarjana di Universitas Oxford. Mengambil jurusan filsafat, politik dan ekonomi. Jurusan ini salah satu jurusan populer yang banyak ditekuni para politikus. Dikutip dari BBC, mantan perdana menteri Pakistan, Benazir Bhutto juga lulus dari jurusan ini saat berkuliah di Oxford pada 1970-an.
Rohingya Bangladesh Myanmar Malala