Marlen Sitompul | Jum'at, 08/09/2017 21:53 WIB
Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut telah melanggar Undang-Undang (UU) terkait barang sitaan dari sejumlah koruptor yang tidak dilaporkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang.
Ketua
KPK/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Pansus Angket
KPK Agun Gunandjar mengatakan, berdasarkan UU Nomor 8 tahun 81 tentang Hukum Acara Pidana, dimana ada turunannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP, dijelaskan dengan terang bahwa terhadap barang-barang yang masih dalam penanganan perkara dari penyidikan, penuntutan, sampai kepada putusan sidang di pengadilan, semua diadministrasikan di Rupbasan.
Untuk itu, kata Agun,
KPK/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Pansus Angket
KPK meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit sejumlah barang sitaan yang dilakukan lembaga ad hoc tersebut.
"Tindak lanjutnya telah pansus minta kan ke BPK untuk mengauditnya. Pansus juga minta adanya klarifikasi dari
KPK saat hadir memenuhi panggilan atau undangan pansus. Problemnya sampai saat ini
KPK nya tidak mau hadir," ujar Agun, saat dihubung, Jumat (8/9).
Agun menjelaskan, temuan Pansus di lima Rupbasan di wilayah hukum Jakarta dan Tangerang tidak didapatkan data-data barang sitaan dan rampasan berupa uang, rumah, tanah, kendaraan mewah dan bangunan.
Senada dengan Agun, Anggota
KPK/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Pansus Angket
KPK, Eddy Kusuma Wijaya menerangkan, PP Nomor 27 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP, semua barang sitaan dari para penegak hukum yang berkaitan dengan tindak pidana dan barang rampasan negara dari proses peradilan disimpan di Rupbasan sebelum barang itu di proses lebih lanjut.
"Kemudian barang-barang sitaan hasil penegakan hukum yang dilakukan oleh
KPK tidak semua prosesnya sesuai KUHAP dan PP 27, tidak disimpan di Rupbasan," ungkap Eddy.
Dia menerangkan, barang-barang sitaan yang disimpan di Rubasan pada umumnya kebanyakan berupa barang bergerak yaitu berupa mobil dan motor, ada juga berupa gedung, bangunan, rumah, ruko, serta tanah. Namun, saat Pansus
KPK melakukan pengecekan di Rupbasan Jakarta dan Tangerang tidak ada sama sekali yang dititipkan.
"Kalau kita lihat dari barang sitaan saja, banyak tugas-tugas
KPK yang menyimpang tidak sesuai hukum yang berlaku, maka
KPK sangat perlu pengawasan, belum lagi yang berkaiktan dengan tugas fungsi lainnya seperti BPK dalam hal hasil audit dan LPSK dalam hal pengaman saksi dan pelapor yang minta serta perlu pengamanan," urainya.
Dia juga menjelaskan, Pansus
KPK sendiri mendapati laporan bahwa rumah milik terpidana kasus korupsi wisma atlet Muhammad Nazaruddin sudah berpindah tangan.
"Menurut keterangan Yulianis (mantan anak buah Nazaruddin) rumah itu sudah beralih ke pihak lain. Sudah beralih kepada yang namanya Michael. Padahal rumah itu harusnya rumah Nazaruddin dan barang itu sudah disita
KPK," tutur politikus PDIP itu.
Yulianis, kata Eddy, mengetahui betul mengenai rumah tersebut karena dia yang mengurus pembelian pengurusan surat-surat rumah yang terletak di Duren Tiga itu.
Ada pula mobil-mobil mewah milik terpidana korupsi pembangunan tiga Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan pada 2011-2012 yang merugikan keuangan negara Rp9,6 miliar, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Dari 74 mobil mewah yang disita
KPK, ada 11 yang tidak dilaporkan ke Rupbasan.
"Menurut informasi barang-barang ini sudah dialihkan ke orang lain. Ini kalau terjadi kan berarti nggak benar dalam menyita barang-barang yang berkaitan dengan hak-haknya para tersangka," sebut mantan purnawirawan Polri itu.
Dia menegaskan, jika terbukti adanya aset milik koruptor yang disita tapi tisak dilaporkan ke Rupbasan,
KPK bisa disebut melakukan pelanggaran.
"Kalau misalnya kita temukan tidak disimpan di Rupbasan, berarti ada suatu pelanggaran hukum dong yang dilakukan oleh pihak
KPK," pungkas Eddy.
KEYWORD :
Pansus Angket KPK Revisi UU KPK KPK