| Rabu, 13/09/2017 05:28 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan praperadilan yang dilayangkan Ketua DPR RI, Setya Novanto tak akan menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Ketua Umum Partai Golkar itu diketahui sedang mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
"Tidak ada satupun ketentuan yang mengharuskan KPK untuk menghentikan penyidikan saat proses praperadilan berjalan," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Dikatakan Febri, terdapat tiga dasar hukum yang digunakan KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya di bidang penindakan. Yakni, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantan Tindak Pidana Korupsi dan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
KUHAP secara umum berlaku bagi setiap tindakan yang dilakukan KPK. Kecuali, yang telah diatur secara khusus oleh UU Pemberantasan Tipikor dan UU KPK. Sedangkan praperadilan sendiri diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai lingkup objek praperadilan.
"KUHAP ini pada dasarnya berlaku kecuali yang diatur di UU lain. Dengan dasar itulah, KPK lakukan kegiatan di bidang penindakan. Praperadilan diatur di KUHAP dan MA, tapi tidak ada satupun ketentuan yang mengharuskan KPK untuk menghentikan penyidikan," ujar Febri.
Hal itu disampaikan Febri setelah sebelumnya dikonfirmasi oleh awak media mengenai surat yang dilayangkan pimpinan DPR kepada KPK. Surat dikirimkan oleh Kepala Biro Pimpinan Sekretariat Jenderal DPR Hani Tahapsari di Gedung KPK Jakarta. Surat tersebut pada intinya berisi permintaan agar KPK menunda penyidikan terhadap Ketua DPR
Setya Novanto.
"Ada surat dari pimpinan DPR yang poin pentingnya sebagai bahan pertimbangan lainnya KPK agar menghormati proses praperadilan yang diajukan," kata Kepala Biro Pimpinan Kesetjenan DPR Hani Tahapsari.
"Sebagai bahan pertimbangan, agar KPK menghormati proses praperadilan seperti yang diajukan Komjen Budi Gunawan pada bulan Januari 2015," ditambahkan Hani Tahapsari.
Pimpinan DPR dalam surat itu menilai praperadilan adalah hal yang lumrah dalam proses penegakan hukum. Pimpinan DPR meminta KPK mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum praperadilan yang sedang berlangsung.
"Saudara
Setya Novanto memohon kepada pimpinan DPR untuk menyampaikan surat kepada KPK tentang langkah praperadilan tersebut, dengan penundaan pemeriksaan dan pemanggilan saudara
Setya Novanto," terang Hani Tahapsari.
Terkait proses penyidikan kasus e-KTP, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap
Setya Novanto pada pekan depan. "Setelah awal minggu depan akan dijadwalkan kembali pemeriksaan SN sebagai tersangka," tutur Febri.
Sayangnya, Febri belum mengetahui secara pasti waktu untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Setya Novanto. Yang jelas, surat pemanggilan itu pun sudah ditandatangani oleh pimpinan KPK.
"Waktunya saya pastikan dulu pada tim yang menangani. Nanti akan kita informasikan lebih lanjut," tuturnya.
KPK, kata Febri, berharap
Setya Novanto bisa memenuhi surat panggilan kedua yang dilayangkan. Sebab,
Setya Novanto melalui pemeriksaan itu bisa memberikan klarifikasi atas kasus korupsi yang menjeratnya.
"Saya kira akan lebih baik pemeriksaan dipenuhi karena ada ruang yang cukup besar untuk menjelaskan, memberikan klarifikasi," terang Febri.
Pemanggilan ulang itu dilakukan lantaran Ketum Partai Golkar itu tak hadir pada agenda pemeriksaan Senin (11/9/2017) kemarin. Novanto tak hadir dengan alasan sedang sakit. KPK berharap
Setya Novanto lekas sembuh agar bisa memenuhi panggilan kedua.
"Kami harap dijadwal pemanggilan yang kedua ini yang bersangkutan sudah sehat dan bisa memenuhi panggilan tersebut," tandas Febri.
KEYWORD :
E-KTP Setya Novanto