Sabtu, 23/11/2024 23:22 WIB

Soal Pilkada Intan Jaya, Pakar Hukum Sebut Putusan Mahkamah Konstitusi Cacat Hukum

Margarito menyampaikan prinsip final dan mengikat (final and binding) yang menjadi mahkota bagi MK justru  dinilai sesat secara hukum ketatanegaraan.

Margarito Kamis saat diskusi

Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi soal Pilkada Intan Jaya cacat hukum. Dari putusan tersebut, Margarito menyampaikan, Mahkamah Konstitusi bukan dewa yang luput dari kesalahan.

Margarito menyampaikan prinsip final dan mengikat (final and binding) yang menjadi mahkota bagi MK justru  dinilai sesat secara hukum ketatanegaraan. Sehingga, menimbulkan problem tersendiri ketika putusan MK.

"Namun ruang untuk mencari keadilan hukum sudah tertutup saat ini," ujar Margarito dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/9/2017).

Margarito mengungkapkan kesesatan putusan MK tengah dirasakan oleh sebagain besar masayarakat Intan Jaya yang mendukung paslon nomor urut 2 Yulius Yapugau dan Yunus Kalabetme. Menurutnya, Paslon nomor urut dua menurut hasil penghitungan KPUD Intan Jaya yang dilakukan secara berjenjang adalah pemenang Pilkada tahun 2017 yang tertuang dalam berita acara nomor 7/BA/KPU U/II/2017.

"Namun MK memutuskan lain, MK memenangkan Paskon incumbent yakni Natalis Tabuni dan Yaan Robert Kobogoyaw, tapi putusan itu jelas sekali sesat dan tidak konsisten," ungkapnya.

Margarito menerangkan, terdapat beberapa hal terkait putusan mahkamah konstitusi yang dinilainya sesat tersebut.

"Pertama, MK memutuskan pasion incumbent sebagai pemenang berdasarkan ci KWK yang dihitung oleh MK saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) namun hasil tersebut berbeda dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap yang ditetapkan sebelumnya dalam pleno KPUD Intan Jaya. Hasil hitungan MK total suara sah di Distrik Wandai sebesar 14.509 sementara DPT mya hanya 8.352, di Distrik Homeyo," jelasnya.

Lebih lanjut Margarirto menjelaskan hasil hitungan MK total suara sah 18.079. Sementara DPTnya hanya 14.881 dan Distrik Mbiandoga hasil hitungan MK total suara sah sebanayk 567 padahal jumlah DPT sebanyak 14.509.

"Ini kan menunjukkan bahwa data ci yang diserahkan ke MK oleh Rafly Harun sebagai kuasa hokum nomor 3 adalah tidak valid dan penuh rekayasa, kenapa MK masih menghitungnya Kenapa tidak di cek dulu DPT nya?," tegas Margarito.

Margaito menilai putusan MK tersebut juga tidak konsisten. Pasalnya, dalam putusan sebelumnya MK menggugurkan perolehan semua pasion hanya di 7 TPS yang dinilai bermasalah.

"Yang kemudian MK memerintahkan dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) di 7 TPS tersebut," terangnya.

Logikanya, lanjut Margarito, suara semua paslon di luar 7 TPS bermasalah itu bersifat final sebagai suara sah yang telah ditetapkan sendiri oleh MK.

"Seharusnya MK tinggal menghitung suara dasar tersebut dan ditambahkan dengan suara hasil psu di 7 tps, namun kenyatannya tidak, MK malah menghitung ulang semua berdasarkan c1 yang tidak valid. artinya MK melanggar putusannya sendiri yang sebelumnya," paparnya.

Margarito membeberkan, perolehan suara seluruh paslon selain tujuh TPS bermasalah yakni paslon nomor 1 sebanyak 8.636, paslon nomor 2 sebanyak 33.958, nomor 3 sebanyak 31.476 dan nomor 4 sebanyak 1.928.

Menurut Margarito, Perolehan suara tersebut harusnya ditambahkan dengan perolehan hasil TPS dimana paslon nomor 1 sebanyak 120 suara, nomor 2 sebanyak 1.076 suara, nomor 3 sebanyak 2048 suara, dan nomor 4 hanya dapat nol.

"Total suara pasion bisa ditambahkan suara dasar dan hasil PSU maka sebagai berikut paslon nomor 1 sebanyak 8.756, nomor 2 sebanyak 35.034, nomor 3 sebanyak 33.524, dan nomor 4 sebanyak 1328. Namun MK dengan C1 KWK yang tidak valid memenangkan paslon nomor 3 dengan suara 36.883 dan paslon nomor 2 sebanyak 34.395 suara," paparnya.

Akibat putusan yang sesat itu, Margarito menegaskan, MK harus menanggung dampak sosial yakni konflik masyarakat di Intan Jaya. Menurutnya, Paslon nomor dua adalah utusan suku Moni, suku asli dan mayoritas di Intan Jaya. 

Sehingga, mereka sadar betul bahwa kekalahan ini akibat adanya kecurangan yang dilakukan penyelenggara yakni KPUD Intan Jaya yang memanipulasi C1 KWK yang oleh MK dijadikan dasar penghitungan suara.

"Sebagai penjaga konstitusi harusnya MK memberikan keadilan kepada masyarakat, bukan justeru menjadi pemicu munculnya konflik masyarakat, harusnya hakim-hakim MK belajar dari kasus Akil Mukhtar," pungkasnya.

KEYWORD :

Margarito Kamis Pilkada Intan Jaya MK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :