Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan
Jakarta - Presiden Turki mengancam warga Irak/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Kurdi Irak akan kelaparan jika terus mendukung referendum kemerdekaan Kurdi yang mulai berlangsung pada Senin (25/9).
Recep Tayyip Erdogan menuduh kepala Pemerintah Daerah Kurdistan pengkhianat karena terus mendesak pemungutan suara meski mendapat tentangan internasional. Karena itu, ia mendesak Massoud Barzani menyerah pada petualangan tersbut.
Perdana Menteri Irak memberi waktu KRG tiga hari untuk menyerahkan kendali bandaranya atau menghadapi embargo udara. Perwira al-Abadi juga menuntut agar semua pos perbatasan dengan Turki, Suriah dan Iran ditempatkan di bawah pengawasan Baghdad, menurut televisi pemerintah.
Pada Senin malam, Abadi menyatakan ia tidak akan membahas hasil referendum tersebut. Pemimpin Kurdi mengatakan suara "ya" tidak akan secara otomatis memicu deklarasi kemerdekaan, namun memberi mereka mandat untuk memulai negosiasi pemisahan diri dengan pemerintah pusat di Baghdad dan dengan negara-negara tetangga.
Masyarakat Kurdi, yang memerintah wilayah otonomi di Irak sejak invasi pimpinan Amerika Serikat 2003 menggulingkan Saddam Hussein, mempertimbangkan referendum pada Senin, (25/9). Wilayah kaya minyak tersebut ingin membentuk negara sendiri dan memisahkan diri dari Irak di tengah meningkatnya kecaman internasional
Irak menganggap pemungutan suara tidak konstitusional, terutama karena diadakan tidak hanya di wilayah Kurdi sendiri, tetapi juga di wilayah sengketa yang diadakan oleh orang Kurdi di tempat lain di Irak utara. Amerika Serikat, negara-negara besar Eropa dan tetangganya, Turki dan Iran menentang keputusan untuk mengadakan referendum, yang mereka gambarkan sebagai destabilisasi pada saat semua pihak masih berperang melawan militan Negara Islam.
Kurdi Irak Irak Iran Amerika Serikat