| Rabu, 27/09/2017 20:36 WIB
Sekretaris Jenderal DPR Ahmad Djuned menunggu untuk diperiksa di gedung KPK
Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Achmad Djuned dicecar sejumlah pertanyaan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan. Salah satunya rapat pembahasan anggaran Bakamla di DPR.
Demikian disampaikan
Achmad Djuned usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/9/2017). Achmad mengaku telah menyerahkan risalah rapat mengenai pembahasan anggaran Bakamla pada 9 Juni 201/ dan 27 Juni 2016. Djuned pun telah menjelaskan prihal rapat-rapat itu kepada penyidik KPK.
"Yang dipertanyakan biasa, pertama soal tupoksi saya, yang kedua diminta untuk menyerahkan hasil rapatnya tangal 9 Juni 2016 dan 27 Juni 2016. (Rapat) itu bahas masalah Bakamla. Jadi APBN-P tahun 2016," ucap
Achmad Djuned.
Tak hanya itu, penyidik KPK pun mencecarnya mengenai pihak lain dan anggota DPR yang hadir dan keikutsertaannya dalam kedua rapat itu.
Djuned juga mengaku ditanya penyidik mengenai hasil dari rapat tersebut.
Pun demikian, Djuned mengaku tidak menahu mengenai para pihak yang hadir. Ia mengklaim tak tahu lantaran tidak mengikuti rapat itu. "Jadi tadi ditanyakan kenal siapa saja, saya tidak (kenal), dan ikut rapat-rapatnya, tidak (ikut)," imbuh Djuned.
Diketahui, Bakamla dan DPR sepakat menganggarkan sebesar Rp 400 miliar untuk pengadaan satelit monitoring. Anggaran tersebut akhirnya dipangkas hingga Rp 220 miliar lantaran pemerintah melakukan penghematan. Djuned mengaku tak tahu mengenai hasil rapat tersebut lantaran tak hadir.
"Saya tidak tahu persis (hasil rapat), saya hanya menyerahkan risalah rapatnya saja," tandas Djuned.
Dalam kasus ini, Nofel merupakan orang kelima yang dijerat KPK. Diduga Nofel bersama-sama dengan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi yang juga Kuasa Pengguna Anggaran menerima hadiah atau janji dari Dirut PT Merial Esa, Fahmi Dharmawansyah, dan dua anak buahnya M Adami Okta dan Hardy Stefanus terkait pengadaan satelit monitor di Bakamla. Diduga Nofel menerima US$ 104.500 dari nilai kontrak sebesar Rp 220 miliar.
Dalam persidangan terdakwa Dirut PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah sempat mencuat informasi adanya aliran dana sebesar enam persen dari nilai dua proyek senilai Rp 400 miliar atau Rp 24 miliar yang telah diberikan kepada Fahmi Al Habsy atau Ali Fahmi untuk sejumlah anggota DPR. Diduga uang itu diberikan Fahmi Dharmawansyah untuk memuluskan pembahasan anggaran di DPR.
Sejumlah legislator yang disebut menerima aliran dana ini antara lain, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi; Balitbang PDI-P Eva Sundari dan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas.
Ali Fahmi diketahui merupakan kader PDIP yang juga Direktur PT Viva Kreasi Investindo. Ia juga merupakan staf Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo.
Ali Fahmi berulang kali mangkir dari pemeriksaan di tingkat penyidikan maupun dalam proses persidangan. KPK hingga kini masih mencari keberadaan Ali Fahmi yang disebut merupakan saksi penting aliran dana dari Fahmi Dharmawansyah kepada sejumlah anggota DPR.
KEYWORD :
Suap Bakamla Sekjen DPR Achmad Djuned