Struktur Tim 11 versi dokumen aduan masyarakat
Jakarta - Kelompok orang dari beragam profesi yang dikenal sebagai "Tim 11" di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menjadi perbincangan ranah hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkannya Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari menjadi tersangka.
Rita tak sendiri, KPK juga menetapkan tersangka Khairuddin yang posisinya sebagai komisaris PT Media Bangun Bersama. Keduanya terkait kasus gratifikasi perizinan di kabupaten yang kaya sumber daya alamnya itu. Berdasarkan dokumen yang diterima jurnas.com terkait kelompok "Tim 11" tersebut, mereka terbentuk dan memiliki peran saat Pilkada di Kukar sebagai tim sukses calob bupati Kukar, Rita Widyasari. Kini mereka memiliki peran dalam menyikapi dan memutuskan dalam berbagai persoalan di Pemkab Kukar yang kini dipimpin Rita Widyasari. Berikut ini isi dokumen secara utuh terkait tentang Tim 11 yang oleh sumber jurnas diberi sub judul: Kabupatan Kukar Dibawah Kendali Tim 11Identifikasi latar belakang tim 11, memiliki pengaruh untuk kepentingan koneksi-koneksinya. Antara lain, kebjakan mutasi pejabat di lingkukan Pemkab Kukar, pembagian proyek-proyek pekerjaan fisik maupun pengadaan, serta penetapan anggaran di DPRD Kab Kukar.
Contoh kasus, pada awal tahun 2014, perusahaan PT Ilhami Borneo Utama memiliki lahan dengan luas total 16.000 hektar terdiri dari 12 lahan konsesi batubara. Diduga, tiga lahan konsesi itu berada di wilayah Kukar. Untuk mendapatkan ijin eksploitasi, perusahaan batubara itu terlibat negosiasi pembayaran tandatangan bupati. Untuk persetujuan eksploitasi tiga lahan konsesi yang berada di Kukar, satu tandatangan konsesi dibandrol uang sekitar Rp 6 miliar. PT Ilhami Borneo Utama dikabarkan menawarkan tarif membayar Rp 3 miliar. Sedangkan Bupati Kukar/Tim 11 meminta tarif satu konsensi yang ditandatangani seharga Rp 6 miliar. Informasi terkait tarif tanda tangan Bupati Kukar memang bervariasi.Masih terkait dengan kejahatan sumber daya alam. Setiap bulan Bank Mandiri cabang di Jalan Kesumabangsa, Samarinda, selalu mencairkan uang tunai mencapai miliaran rupiah. Diduga, uang tersebut hasil dari perusahaan-perusahaan tambang batubara di Kukar. Pada tahun lalu (perkiraan September/Oktober 2013), nasabah melakukan penarikan tunai sekitar Rp 3 miliar.
Uang tunai sebesar itu, dikirim ke Tenggarong, Kukar melalui mobil sewaan (rental). Mobil rental tersebut, kadang mengantar sampai tujuan dan juga biasanya hanya mengantarkan sampai sekitar taman sebelum Jembatan Kukar (yang pernah ambruk).
Contoh lainnya, untuk pekerjaan atau proyek-proyek yang bersumber dari APBD Kukar, memiliki tradisi membayar uang muka/panjer 10 persen dari total nilai proyek yang akan dikerjakan. Tradisi ini, memang sejak era Bupati Rita Widyasari. Tidak hanya 10 persen potongan uang panjer setiap proyek. Sebelum proyek itu di lelang, maka calon kontraktor akan dimintai 5 persen sampai 10 persen untuk tim panitia lelang dan lainnya.Setelah perusahaan/kontraktor yang dimenangkan oleh panitia lelang, sebelum dikerjakan proyek tersebut, maka kembali dikenakan 10 persen sebelum SPK diterbitkan. Potongan 10 persen, disinyalir dikendali oleh tim 11. Informasi ini, sudah bukan menjadi rahasia lagi dikalangan kontraktor lokal maupun nasional yang pernah menggarap proyek di Kukar.Penutup
Demikian latar belakang Tim 11 yang diindikasikan mengendalikan peran Bupati Kukar. Meski surat dan data-data yang kami sampaikan hanya sebagai informasi, namun bisa digunakan sebagai petunjuk bagi tim penyelidik di KPK. KEYWORD :
Kasus Korupsi Rita Widyasari Kutai Kartanegara