| Sabtu, 30/09/2017 15:03 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan menyerah mengusut kasus korupsi pengadaan e-KTP yang diduga melibatkan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Meski, penetapan tersangka Ketum Partai Golkar dalam kasus e-KTP telah digugurkan oleh hakim Praperadilan di PN Jaksel.
Lembaga antikorupsi ini sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan menetapkan kembali
Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak membatasi penegak hukum termasuk KPK untuk menerbitkan sprindik lagi sepanjang dipenuhinya minimal alat bukti.
Itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyebutkan perlindungan terhadap hak tersangka tidak diartikan tersangka tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana.
"Alternatif-alternatif yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sudah mengatur secara tegas praperadilan tersebut tentu menjadi pertimbangan KPK," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Sabtu (30/9/2017).
Penerbitan sprindik baru ini menjadi salah satu langkah hukum menyikapi putusan PN Jaksel yang mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Pun demikian, dikatakan Febri, pihaknya hingga saat ini belum mengambil keputusan menyikapi dikabulkannya gugatan praperadilan Novanto. Menurut Febri, pihaknya masih mempelajari pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar keputusan Hakim tunggal Cepi Iskandar yang menyatakan penyidikan terhadap Novanto tidak sah.
"Kami akan melakukan pembahasan terlebih dulu, diskusi terlebih dulu, melihat secara rigid putusan praperadilan tersebut. Proses dari awal sampai putusan akhir, dan juga perkembangan dari proses penyidikan dan penanganan perkara e-KTP yang lain," terang Febri.
Disisi lain, lanjut Febri, KPK sebagai lembaga penegak hukum menghormati institusi peradilan dan putusan Hakim tunggal Cepi Iskandar. Akan tetapi lembaga antikorupsi tak dapat menutupi kekecawaan atas putusan yang diambil Cepi.
Terlebih, ada sejumlah kejanggalan dalam dalam putusan ini. Salah satunya keputusan Cepi menolak memperdengarkan bukti rekaman percakapan Novanto terkait proyek e-KTP. KPK mengklaim rekaman percakapan ini merupakan salah satu dari sekian banyak bukti yang dikantongi KPK terkait keterlibatan Novanto dalam proyek e-KTP.
"KPK kecewa dengan putusan ini karena semua bukti relevan yang sifatnya formil ataupun sifatnya materil sudah kami ajukan. Kami juga minta rekaman diperdengarkan tapi ditolak oleh hakim. Ada banyak sekali catatan yang bisa kami sampaikan dari proses praperadilan dan kejanggalan disana," terang dia.
Kejanggalan itu kian terasa saat hakim Cepi mengambil keputusan. Salah satunya karena dalam pertimbangan putusan, Cepi menyebut penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Novanto tidak sah lantaran KPK tidak memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan
Setya Novanto sebagai tersangka.
Ditegaskan Febri, KPK telah memiliki bukti berupa keterangan saksi, dokumen hingga keterangan ahli selama proses penyelidikan kasus dugaan korupsi e-KTP sejak 2013 atau jauh sebelum menetapkan dua mantan pejabat Kemdagri Irman dan Sugiharto yang kini telah divonis bersalah. Lebih lanjut dikatakan Febri, proses penyelidikan kasus e-KTP dilakukan secara menyeluruh dan belum menyebut pihak yang diduga bertanggungjawab untuk ditetapkan sebagai tersangka.
"Itu sedang dirinci lebih jauh, kalau kita bicara tentang bukti permulaan dikatakan tidak cukup atau tidak dapat penyidikan dilakukan tentu tidak benar. Sudah diuraikan bukti tersebut dan disampaikan praperadilan itu. KPK juga memilki bukti jauh lebih banyak ketimbang disampaikan praperadilan kemarin. Apakah itu tidak dipandang tidak cukup oleh hakim tentu itu yang kami cermati lebih lanjut analisis berikutnya," tutur dia.
Ditegaskan Febri, pihaknya tidak akan berhenti mengusut kasus e-KTP lantaran putusan praperadilan ini. Febri memastikan, pihaknya berkomitmen mengusut kasus pada proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu. Apalagi KPK meyakini dengan bukti-bukti yang telah dimiliki. Pun termasuk Irman dan Sugiharto telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 7 tahun dan 5 tahun penjara.
Pengusaha Andi Narogong saat ini sedang menjalani proses persidangan. Sementara di tingkat penyidikan, kasus dugaan korupsi e-KTP juga menjerat tersangka politikus Golkar Markus Nari dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
"Kami pastikan bahwa penanganan kasus e-KTP akan tetap berjalan terus. Jadi KPK akan terus lakukan investigasi di proses penyidikan atau di proses persidangan yang berjalan. Pihak-pihak lain yang diduga terlibat dan harus bertanggung jawab dalam indikasi tindak pidana korupsi ini tentu tidak mungkin kita biarkan. Artinya harus kita proses juga. Untuk pemeriksaan saksi kita tetap bisa melakukan pemanggilan terhadap tersangka lain yang bisa diproses. Kami juga perlu sampaikan terakhir, kami masih punya dua orang tersangka, yakni MN (Markus Nari) anggota DPR RI dan Direktur Quadra Solution sebagai penggarap proyek kasus e-KTP dan salah satu anggota konsorsium. Itu yang akan proses lebih lanjut," tandas Febri.
KEYWORD :
E-KTP Setya Novanto