Ketua DPR, Setya Novanto
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP hingga ke Amerika. Pasalnya, ada sejumlah bukti terkait dugaan korupsi tersebut di Amerika.
Demikian diungkapkan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Kamis (5/10/2017). Dalam upaya memburu bukti tersebut, lembaga antikorupsi menggandeng FBI.
"Benar KPK bekerja sama dan berkoordinasi dengan otoritas di beberapa negara, dengan Amerika kita kerja sama dengan FBI terkait pengumpulkan dan pencarian bukti (kasus dugaan korupsi e-KTP) karena ada bukti yang berada di Amerika," ungkap Febri.
Febri tak menampik sejumlah bukti yang kini telah dikantongi pihaknya terkait aliran uang dari proyek e-KTP. Diduga uang dari proyek e-KTP itu mengalir ke sejumlah penyelenggara negara di Indonesia.
"Ada indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat indonesia, yang sudah terungkap di proses persidangan Amerika dan sebagian terungkap di persidangan kasus e-KTP yang jalan di pengadilan tipikor," ujar Febri.
Koordinasi dengan FBI, kata Febri, akan terus diintensifkan oleh pihaknya. Itu dilakukan untuk mematangkan dan menguatkan dugaan keterlibatan sejumlah pihak.
"Apa yang terungkap tentu akan kita dalami lebih lanjut kita akan kembali koordinasi dengan FBI terkait bukti-bukti yang sudah didapat di sana, karena di sana ada tuntutan hukum terkait sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan atau diduga kejahatan lintas negara di sana. Kita akan koordinasi lebih lanjut," tutur Febri.
"Jadi ini menegaskan bahwa proses penanganan perkara indikasi korupsi e-KTP masih terus berjalan dan kami berkomitmen untuk menuntaskan itu," ditambahkan Febri.
Diduga bukti tersebut terkait dengan perkara korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI, Setya Novanto. Bukti tersebut masuk bagian yang didalami penyidik KPK dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi Setya Novanto.
Namun, bukti-bukti yang dimiliki KPK terkait dugaan keterlibatan Setya Novanto itu "kandas" dalam putusan praperadilan. Hakim tunggal Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi e-KTP tidak sah.
"Meski bukti yang kita ajukan tersebut kemudian misa persidaantan praperdilan kemarin secara formil tidak dipandang sebagai alat bukti dalam penyidikan terhadap SN. Tapi putusan paper mau tudak mau eajib kota hormati terima," ungkap Febri.
Seperti diketahui, Agen khusus FBI, Jonathan Holden menyampaikan jika saksi korupsi e-KTP Johannes Marliem pernah memberikan jam tangan Rp 1,8 miliar ke Ketua Parlemen Indonesia. Ini terungkap dalam gugatan yang diajukan pemerintah federal Minesotta ke Johannes Marliem. Pemerintah Minesotta juga berniat menyita aset Johannes Marliem sebesar USD 12 juta karena diduga itu didapatkan melalui skandal yang melibatkan pemerintah Indonesia.
Johannes Marliem, kata Jonathan, juga mengakui telah memberikan sejumlah uang dan barang lainnya pada sejumlah pejabat di Indonesia atas lelang e-KTP baik secara langsung maupun melalui perantara. Informasi itu didapatkan saat Johannes Marliem diperiksa pada Agustus 2017.
Selain itu, KPK juga mengatakan ke FBI bahwa perusahaan Johannes Marliem, PT Biomorf Lone Indonesia menerima lebih dari USD 50 juta dolar untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP. Setidaknya USD 12 juta ditujukan ke Johannes Marliem.
Johannes Marliem awalnya menyimpan uang itu di rekening bank pribadi di Indonesia lanjut dipindahkan ke rekening bank di Amerika Serikat. Johannes Marliem sendiri diketahui telah meninggal dunia diduga bunuh diri di rumahnya, Amerika Serikat pada Agustus 2017 lalu.
Febri merespon diplomatis mengenai pengakuan agen khusus FBI itu. Yang jelas, tegas Febri, pihaknya akan terus mengintensifkan proses penyidikan kasus ini hingga tuntas. Febri memastikan pihak-pihak yang terlibat dan diuntungkan dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
"Kita sidah berkoordinasi dengan FBI dan akan tetus koordinasi terkait pengumpulan bukti penanganan peekara ini, apa saja buktinya sebagian sudah kita dapatkan. Apa saja buktinya tentu kami tidak bisa sampiakan secara rinci.
Namun yang pasti ada bukti yang menunjukkan indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat di Indonesia yang sedang di proses di peradipan di Amerika. KPK berkordinasi dengan otoritas negara lain untuk kumpulkan bukti kasus e-KTP. Setelah ini KPK dalami lebih lanjut aspek formalitas maupun materil dari e-KTP dan kita akan proses pihak lain. Bukti dan kerja sama FBI jadi salah satu faktor makin perkuat penanganan kasus e-KTP yang kita lakukan," tandas Febri.
Hal tak jauh berbeda juga disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Saut menegaskan, pihaknya tak akan berhenti dalam mengusut pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Pun termasuk diduga Setya Novanto.
Lembaga antikorupsi mengisyaratkan bakal kembali Ketum Golkar itu sebagai tersangka. Meski demikian, KPK tak mau tergesa-gesa, termasuk dalam penerbitan kembali surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) baru untuk Setya Novanto.
"Intinya, itu tidak boleh berhenti. Itu harus lanjut terus, karena kami digaji untuk itu. Ya, kita lagi kaji secara detail seperti apa langkah-langkah kita, kita ini pelan-pelan. Harus kalem, harus pelan, harus prudent. Kita mengevaluasi lagi dimana lobang-lobangnya, harus kita tutup. Kelemahan-kelemahan harus kita tutup, oleh sebab itu kita harus pelan-pelan dulu untuk kemudian kita prudent ke depan," ungkap Saut.
KEYWORD :KPK e-KTP Setya Novanto