Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta - Komisaris PT Buana Finance Tbk, Tjan Soen Eng terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia untuk Bank Dagang Nasional Indonesia. Bank tersebut diketahui milik bos PT Gajah Tunggal Tbk Sjamsul Nursalim.
Hal itu mengemuka lantaran namanya masuk sebagai salah satu pihak yang diagendakan diperiksa oleh tim penyidik KPK pada hari ini, Rabu (11/10/2017). Tjan Soen Eng diagendakan diperiksa sebagai saksi sekaligus untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Tjan Soen Eng diduga kuta mengetahui seputar kasus yang menyeret Syafruddin tersebut. Utamanya ditenggarai soal aset Sjamsul Nursalim.
PT Buana Finance merupakan perusahaan pembiayaan. Perusahaan pembiayaan itu tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1990 dengan fokus usaha di segmen leasing dan pembiayaan konsumen.
Pemegang saham mayoritas PT Buana Finance adalah PT Sari Dasa Karsa, sebanyak 67.6 persen, per 31 Juli 2017. PT Sari Dasa Karsa juga tercatat memiliki saham di PT Bank UOB Indonesia, yang dulunya merupakan Bank Buana.
Tjan Soen Eng sendiri didampuk menjadi komisaris perseroan sebagaimana tercantum dalam Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Perseroan Nomor 45 tanggal 19 Juli 2017. Tak hanya itu, Tjan Soen Eng juga menduduki jabatan sebagai Komisaris Utama PT Asuransi Bina Dana Arta atau ABDA.
KPK telah menemukan kerugian negara yang baru dalam dalam kasus dugaan korupsi SKL BLBI Sjamsul Nursalim ini. Berdasarkan hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara diduga dirugikan Rp 4,58 triliun dari korupsi tersebut.
Dugaan kerugian negara itu timbul lantaran Sjamsul Nursalim masih memiliki kewajiban sebesar Rp 4,8 triliun atas kucuran dana BLBI pada kurun waktu 1998. Dari total tagihan itu baru diserahkan sebesar Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak.
Sedangkan, sisanya Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi oleh BPPN. Selain itu tidak ditagihkan kepada Sjamsul Nursalim.
Ironisnya, aset yang diklaim Sjamsul Nursalim sebesar Rp 1,1 triliun setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) nilainya hanya Rp 220 miliar.
Sjamsul Nursalim bersama istrinya itu sudah menetap di Singapura sejak beberapa waktu lalu. Penyidik KPK sejauh ini belum berhasil meminta keterangan Sjamsul Nursalim.
Dua kali, Sjamsul Nursalim dan Istrinya Itjih Nursalim dipanggil penyidik unruk diperiksan, namun mangkir.
KPK sendiri baru menetapkan satu orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan mega korupsi penerbitan SKL BLBI ini. Yakni, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsjad Temenggung.
Syafruddin dijerat jadi tersangka lantaran diduga telah melakukan kongkalikong dengan sejumlah pihak dalam menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatannya, Syafruddin Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KEYWORD :KPK BLBI Tjan Soen Eng