Menristekdikti, Muhammad Nasir
Jakarta – Jumlah pendidikan akademik atau gelar di Indonesia secara perlahan akan dikurangi. Saat ini pemerintah sedang getol-getolnya mendorong pendidikan vokasi, agar mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang tersertifikasi, dan diserap langsung oleh industri.
Seperti diungkapkan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, menurutnya pendidikan akademik ke depannya akan kehilangan peminat. Ia mencontohkan China sudah memberikan porsi terhadap pendidikan vokasi jauh lebih besar, dibandingkan Indonesia.
Hal ini dikarenakan dunia kerja sudah menuntut calon pekerja tak hanya punya gelar, tapi juga memiliki sertifikasi.
“Indonesia punya 4.529 perguruan tinggi, sedangkan China hanya 2.800-an. Padahal penduduk kita hanya seperenam dari China. Dan, pendidikan di China itu 65 persennya pendidikan vokasi, dan kita hanya 16 persen,” kata Menteri Nasir saat peresmian Politeknik Ketenagakerjaan (Polteknaker), Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/10).
“Ini harusnya menjadi contoh agar semata-mata jangan hanya mengejar gelar. Pendidikan akademik itu nanti akan ditinggalkan,” sambungnya.
Untuk memaksimalkan pendidikan vokasi, kata Menteri Nasir, tenaga pengajar juga tidak melulu harus dari lulusan S2. Tenaga ahli dan praktisi yang sudah berpengalaman di sektor industri selama sepuluh tahun, meskipun lulusan D4, juga bisa mengajar di Politeknik.
“Saya keluarkan kebijakan dosen tidak harus S2 atau S3, bisa mengambil dari pekerja industri yang sudah berpengalaman. Misalnya dia lulusan D4, tapi sudah berpengalaman selama sepuluh tahun dan punya sertifikasi, ya dia bisa mengajar,” ujarnya.
Pendidikan Kemristekdikti Mohamad Nasir Vokasi