Marlen Sitompul | Minggu, 05/11/2017 23:26 WIB
Ketua Umum DPP KNPI, Muhammad Rifai Darus
Jakarta - Seluruh elite politik dan pejabat negara diminta untuk segera menghentikan politik diksi dan simbolik yang mengarah kepada perpecahan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Ketua Umum DPP
KNPI Muhammad Rifai Darus (MRD) menyarankan agar elit politik menyudahi politik tersebut. Misalnya, ketika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan untuk menutup usaha bisnis Alexis yang kemudian mengundang kontroversi.
Menurutnya, sangat tidak tepat jika Pemprov DKI Jakarta menyampaikan alasan penutusan Alexis “kami ingin uang (pajak) halal, kalau nggak halal nggak berkah.”
"Dari aspek teologi Islam memang tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut. Tetapi apakah agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia hanya Islam saja?," tanya Rifai, dalam rilisnya, Jakarta, Minggu (5/11).
"Bila pernyataan itu dicermati lebih lanjut, bagaimana kita bisa memaknai, memahami atau menempatkan pernyataan itu, dalam aspek legal atau sesuai koridor hukum yang berlaku di Indonesia," tegasnya.
Menurutnya, dalam hukum positif di Indonesia belum ada yang menggunakan istilah halal atau berkah, utamanya dalam konteks bisnis yang berimplikasi pada pajak yang disetorkan ke negara.
"Kalaupun ada label yang diberikan dari MUI kepada produk atau kegiatan bisnis tertentu, apakah akan mengurangi kewajiban entitas bisnis itu untuk membayar pajaknya kepada negara? Dan apakah umat agama yang lain merasa terancam atau terganggu dengan kehadiran label halal dari MUI? Kan tidak demikian?" tegasnya.
"Mereka menyadari dan menghargai keberadaan umat muslim di Indonesia. Bukan karena jumlahnya, tetapi karena sikap dan toleransi umat muslim terhadap umat beragama lain di Indonesia serta kesadaran kesejarahan yang sama," lanjutnya.
Kata Rifai, sistem hukum Indonesia tidak menganut hukum Islam. Meski begitu, Islam di Indonesia ditempatkan sebagai "ruh" kebangsaan, penguat persaudaraan dan pembentuk persatuan sesama anak bangsa.
"Alangkah baiknya, bila menggunakan istilah legal atau illegal, melanggar hukum atau patuh terhadap hukum. Jadi, jangan mengecilkan atau mendistorsi istilah-istilah simbolik ke-Islaman atau keagamaan yang memberi kesan diametral semisal halalm atau haram," tegasnya.
Menurutnya, peran seluruh pihak sejatinya adalah bagaimana merawat kemajemukan ini sebagai asset tak ternilai dan perlu diperkuat, bukan sebaliknya. Sebab, Indonesia memiliki luka sejarah cukup panjang terhadap perjuangan keberagaman dan persatuan di Indonesia.
Mulai dari represi orde baru, sampai meluapnya isu politik (simbol) SARA dalam politik elektoral di Pilgub Jakarta 2017 yang lalu. Kita juga ketahui bersama, Indonesia ini negara besar, plural dan majemuk," katanya.
Sebagai penutup, DPP
KNPI mengimbau kepada seluruh pihak untuk menghentikan dan menyudahi penggunaan politik simbolik di ruang publik yang berpotensi mengancam keutuhan dan persatuan sesama anak bangsa.
KEYWORD :
Pilpres 2019 KNPI Anies-Sandi