Sabtu, 23/11/2024 19:35 WIB

Lima Poin Isi Surat Setya Novanto Kepada KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari kembali surat ketidakhadiran Setya Novanto pada pemanggilan kedua untuk diperiksa sebagai saksi.

Setya Novanto

Jakarta  - Kuasa Hukum Setya Novanton,  Fredrich Yunadi menyatakan, kliennya tidak akan memenuhi panggilan pemeriksaan, jika KPK belum mengantongi izin tertulis dari Presiden Joko Widodo. Menurutnya hal itu sebagaimana putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014. Fredrich meminta KPK menghormati UU MD3 tersebut.

Menurut Fredrich, Setya Novanto baru akan memenuhi panggilan KPK, setelah ada izin tertulis dari Presiden Jokowi. ‎‎ "KPK wajib minta izin presiden, sebagaimana putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014. Itu undang-undang, KPK wajib menghormat putusan MK‎," ujarnya melalui pesan singkat.‎

Dengan ketidakhadirannya hari ini, setya Novanto telah dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik. Novanto pada pekan lalu atau Senin (30/10/2017) ‎juga tak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Saat itu Novanto juga menyampaikan ketidakhadirannya melalui surat Setjen DPR. Novanto saat itu menyatakan tak bisa hadir pemeriksaan dengan alasan sedang menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPR dan melakukan kunjungan ke daerah di masa reses.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari kembali surat ketidakhadiran Setya Novanto pada pemanggilan kedua untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo dalam kasus KTP-elektronik (KTP-e).

KPK pun akan mempelajari apakah isi surat tersebut dengan kop Setjen dan Badan Keahlian DPR RI dibuat atas sepengatahuan Setya Novanto sendiri. "Apakah isi surat tersebit dibuat dengan sepengetahuan saksi Setya Novanto, kami tidak tahu. Karena sebelumnya ada surat juga yang kami terima dan ditandatangani langsung oleh yang bersangkutan dengan kop nama dan tanda tangan yang bersangkutan," tuturnya.

Terdapat lima poin isi surat terkait ketidakhadiran Setya Novanto itu.

1. Surat dari KPK telah diterima Setya Novanto pada 1 November 2017 untuk didengar keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus KTP-elektronik dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo bersama-sama dengan sejumlah pihak.

2. Dalam surat dicantumkan nama Setya Novanto, pekerjaan Ketua DPR RI, alamat, dan lain-lain.

3. Diuraikan ketentuan di Pasal 254 ayat (1) UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur: "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".

Kemudian diuraikan amar putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015. (Poin 1 dan 2 (2.1, 2.2, dan 2.3). Ditegaskan juga berdasarkan Putusan MK tersebut, maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu sebelum melakukan pemanggilan terhadap yang DPR yang bersangkuta.

4. Oleh karena dalam surat panggilan KPK ternyata belum disertakan Surat Persetujuan dari Presiden RI, maka dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan terhadap Setya Novanto dalam jabatan sebagai Ketua DPR RI dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden RI terlebih dahulu sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku termasuk Penyidik KPK.

5. Berdasarkan alasan hukum di atas, maka pemanggilan terhadap Setya Novanto sebagai saksi tidak dapat dipenuhi.

KEYWORD :

E-KTP Setya Novanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :