Ketua DPR, Setya Novanto
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP pada hari Jumat (10/11/2017). Sementara peningkatan status tersangka itu telah dilakukan sejak Selasa (31/10/2017).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya mempunyai sejumlah pertimbangan yang membuat penetapan tersangka itu baru resmi diumumkan. Salah satunya lantaran masih adanya hal yang dilakoni terkait kebutuhan penyidikan.
"Pengumuman ini sama seperti kasus yang lain sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada publik. (Terkait) kapan diumumkannya tentu dikoordinasikan sesuai kebutuhan penyidikan," ucap Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (11/11/2017).
Sayangnya, Febri enggan mengungkap secara gamblang terkait kebutuhan penyidikan itu. Lembaga antikorupsi memastikan penetapan tersangka terhadap Novanto sudah melalui beberapa tahapan. Tahapan itu dilalui setelah KPK mempelajari putusan praperadilan dari Hakim Tunggal Ceppy Iskandar.
Dalam tahap penyelidikan, KPK memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. Termasuk memanggil Novanto.
Untuk kepentingan penyelidikan, KPK sudah dua kali melayangkan surat pemanggilan guna dimintai keterangan pada (13/10/2017 dan (18/10/2017). Akan tetapi Novanto mangkir dengan dalih sedang dalam tugas kedinasan.
Diakhir proses penyelidikan itu, pimpinan KPK, penyelidik, melakukan gelar perkara pada (28/10/2017). Dari hasil penyelidikan dan gelar perkara itu, ditemukan bukti permulaan yang cukup.
KPK Akan Dalami Kewenangan Erick Thohir Terkait Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP
KPK kemudian mengeluarkan SPDP kasus e-KTP pada (31/10/2017). Dalam SPDP itu terdapat Sprindik dengan nomor 113/01//10/2017 dengan tersangka Setya Novanto. Sebagai pemenuhan hak tersangka, KPK juga mengantar SPDP ke rumah SN di Jalan Wijaya Kebayoran Baru pada (3/11/2017).
Dalam kasus itu, KPK menduga Novanto yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharja, pengusaha Andi Agustinus dan dua pejabat Kemendagri Irman, dan Sugiaharto, menguntungkan diri sendri atau korporasi atau orang lain dengan menyalahgunakan jabatan atau kewenangan dan kedudukan. Perbuatan itu diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun.
Atas dugana itu, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KEYWORD :KPK Setya Novanto e-KTP