Aung San Suu Kyi tersenyum setelah menerima gelar kehormatan di Universitas Oxford pada 2012 (Foto: Andrew Winning/Reuters)
Myanmar - Dewan Oxford akhinya mencabut Freedom of the City (Kebebasan Kota) dari pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi karena dinilai gagal menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya. Keputusan tersebut diambil melalui suara bulat pada Senin (27/11) malam
Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan, Aung San Suu Kyi diberi penghargaan Freedom of the City pada 1997, karena saat itu ia mampu mencerminkan nilai toleransi dan internasionalisme Oxford.
"Kami merayakannya karena ia menentang penindasan dan peraturan militer di Burma," kata dewan tersebut dilansir Sky News, Selasa (28/11)
Mahasiswa Bangladesh Berencana Bentuk Partai Baru untuk Cegah Pemerimtahan Otoriter Berulang
"Hari ini kita mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk melepaskan kehormatan tertinggi kota itu karena kelambanannya dalam menghadapi penindasan terhadap minoritas Rohingya," jelasnya
"Oxford memiliki tradisi panjang untuk menjadi kota yang beragam dan manusiawi, dan reputasi kita ternoda dengan menghormati orang-orang yang menutup mata terhadap kekerasan," kata dewan tersebut.
"Mudah-mudahan hari ini kami telah menambahkan suara kecil kami kepada orang lain yang menyerukan hak asasi manusia dan keadilan bagi orang-orang Rohingya," imbuhnya
Lebih dari 600.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh setelah sebuah tindakan militer di negara bagian Rakhine, Myanmar. Pekan lalu, Myanmar menandatangani kesepakatan dengan tetangganya untuk mengizinkan para pengungsi kembali ke rumah.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menggambarkan kekerasan dan eksodus massal sebagai. Namun, Suu Kyi menolak klaim ini dan juga menolak tuduhan kekerasan seksual terhadap perempuan Rohingya.
Tekanan meningkat pada pemenang Hadiah Nobel Perdamaian untuk mengutuk kekerasan tersebut. Awal bulan ini, Sir Bob Geldof menyerahkan kembali Freedom of the City of Dublin setelah ia memegang kehormatan yang sama.
KEYWORD :Myanmar Bangladesh Rohignya Suu Kyi