Marlen Sitompul | Kamis, 30/11/2017 09:34 WIB
Jakarta - Kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto dan sejumlah anggota DPR dinilai masih rancu, apakah kejahatan korupsi atau hanya sensasi. Hal itu terkait kerugian negara senilai Rp 2,3 triliun yang belum dapat dibuktikan.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, ketika dihubungi, Jakarta, Kamis (30/11). Fahri mempertanyakan, kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
"Bagaimana cara menghitungnya, dalam metode apa, siapa yang menghitungnya, dan surat keputusan tentang perhitungan itu," tanya Fahri.
Fahri menegaskan, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tidak dapat membuktikan hasil auditnya, maka patut diduga kasus dugaan korupsi e-KTP hanya sebatas sensasi yang diciptakan untuk merusak citra lembaga negara khususnya DPR.
"Kalau itu tidak ada, maka ini semua hanyalah sensasi yang tidak bertanggung jawab yang sudah merusak dan mencemari nama lembaga terutama DPR, pada kenyataannya tidak ada," terangnya.
"Menurut saya siapa yang melakukan ini harus bertanggungjawab dan telah melakukan kebohongan publik kalau tidak bisa membuktikan," tegasnya.
Hal itu menanggapi, sidang perdana praperadilan Ketua DPR
Setya Novanto terkait status tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP oleh
KPK. Sidang perdana praperadilan Novanto melawan
KPK akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (30/11) pagi.
Persidangan praperadilan ini merupakan yang kedua kali dijalani Novanto. Sebelumnya, Novanto pernah menang dalam praperadilan saat berhadapan dengan
KPK ketika ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
KEYWORD :
Setya Novanto Tersangka Korupsi e-KTP KPK Golkar