Erdogan di tengah-tengah pendukungnya (foto: Express)
Moskow - Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan menunjukkan bahwa pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem menjadi ibukota Israel tidak akan mudah diterapkan.
Pada Rabu (6/12) juru bicara Erdogan mengumumkan bahwa OKI akan mengadakan pertemuan mendesak di Turki pada 13 Desember untuk mengkoordinasikan tanggapan terhadap keputusan Amerika Serikat.
"Kami akan menjelaskan bahwa keputusan Amerika Serikat tidak sesuai dengan hukum internasional, diplomasi atau kemanusiaan," kata Erdogan di majelis Peradilan dan Pembangunan (AKP) di provinsi pusat Sivas Turki setelah melakukan panggilan telfon ke sejumlah pejabat, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Paus.
"Dengan peta jalan yang akan kita buat selama pertemuan OKI, kami akan menunjukkan bahwa keputusan tersebut tidak akan mudah diterapkan," katanya
"Turki menganggap pengumuman Presiden Amerika Serikat Trump di Yerusalem tidak berlaku lagi," sambunya, dilansir MEMO, Minggu (10/12)
OKI, yang didirikan pada tahun 1969, terdiri dari 57 negara anggota dengan mayoritas Muslim atau populasi Muslim yang besar.
Sementara itu, Liga Arab juga mengeluarkan pernyataan usai pertemuan darurat di Kairo pada Sabtu (9/12), mereka menyebut pengumuman tersebut pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Mereka juga akan meminta resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menolak kebijakan Amerika Serikat tersebut.
Demokrat Waspadai Kehadiran Kelompok pro-Palestina yang Tuntut Embargo Senjata dalam Konvensi
Liga Arab, yang terdiri dari negara-negara berbahasa Arab, saat ini memiliki 22 negara anggota aktif.
Sebagian besar negara menganggap Yerusalem Timur, yang dianeksasi Israel setelah menangkapnya dalam sebuah perang pada tahun 1967, untuk wilayah yang diduduki, dan mengatakan bahwa status kota tersebut harus diputuskan untuk diputuskan pada pembicaraan Israel-Palestina di masa depan.
Sementara masyarakat internasional hampir tidak sepakat dengan pengumuman Donald Trump, laporan yang menunjukkan bahwa pengumuman tersebut dilakukan dengan kesepakatan awal antara Mesir dan Arab Saudi. Arab Saudi mengatakan, sejauh yang diminta, kepada Presiden Palestina untuk menerima sebuah desa di pinggiran Yerusalem sebagai ibukota Palestina alternatif.
Sejak pengumuman tersebut, pengadilan kerajaan Arab Saudi mengirim sebuah peringatan keras kepada sejumlah media pemerintah agar berhenti menentang pengumuman Donald Trump.
Imbas pengumuman itu, menteri perumahan Israel Yoav Galant pada Jumat (8/12) memutuskan untuk mempromosikan sebuah rencana untuk membangun 14.000 unit pemukiman baru di Yerusalem yang diduduki.
KEYWORD :
Yerusalem Palestina Turki Amerika Serikat