| Rabu, 13/12/2017 21:26 WIB
Terdakwa Setya Novanto dibawa ke Pengadilan Tipikor, Rabu (13/12) untuk disidang untuk kasus korupsi KTP elektronik. (Anadolu)
Jakarta - Proyek pengadaan KTP elektronik tidak selesai sesuai kontrak awal alias terbengkalai lantaran diduga dikorupsi oleh Setya Novanto dan sejumlah pihak. Program Kementerian Dalam Negeri senilai Rp 5,9 triliun itu justru berujung merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun.
Hal itu terungkap saat jaksa KPK membacakan surat dakwaan terdakwa
Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017). Dugaan kerugian negara itu timbul lantaran duitnya mengalir ke kocek pribadi.
"Sehingga pemberian uang kepada terdakwa (Novanto), Irman, Sugiharto, Diah Anggreini, dan pihak-pihak lainnya menjadi penyebab Konsorsium PNRI tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam kontrak," ucap Jaksa penuntut KPK, Eva Yustisiana.
Diketahui, proyek itu dimenangkan Konsorsium PNRI. Konsorsium tersebut merupakan bentukan Tim Fatmawati yang diarsiteki Andi Narogong. Konsorsium PNRI sendiri beranggotakan Perum PNRI, PT Sucofindo, PT Quadra Solution, PT LEN Industri, dan PT Sandipala Arthaputra.
Di antara pekerjaan yang tak diselesaikan oleh Konsorsium PNRI itu adalah pencetakan
e-KTP dan pengadaan sistem AFIS. Dijelaskan Jaksa Eva, Konsorsium PNRI hanya melakukan personalisasi sebanyak 144.599.653 keping
e-KTP, semenetara sistem AFIS hanya berdasarkan jumlah data yang direkam, bukan berdasarkan lumpsum atau satu kesatuan sistem.
"Hal ini mengakibatkan pemerintah harus membayar software dan hardware untuk mendukung sistem AFIS," ungkap Jaksa Eva.
Selain itu, Konsorsium PNRI juga tidak dapat mengintegrasikan antara Hardware Security Modul (HSM) dengan Key Management System (KMS). Alhasil tak memenuhi spesifikasi sistem keamanan kartu dan data seperti yang ditetapkan dalam kerangka acuan kerja.
Konsorsium PNRI dan PT Quadra Solution juga mensubkontrakkan pelaksanaan pekerjaan jaringan komunikasi data ke PT Indosat Tbk. Nah, pelaksanaan serta pembayarannya ternuata tidak sesuai kontrak.
Kemudian, PT Sucofindo juga dalam pelaksanaan pekerjaan helpdesk management system hanya menyediakan 84 orang untuk layanan keahlian helpdesk, meskipun
Berdasarkan kontrak Konsorsium PNRI, PT Sucofindo harus menyediakan 100 orang untuk layanan keahlian helpdesk. Namun, perusahaan tersebut dalam pelaksananya hanya menyediakan 84 orang.
Kemudian, terjadi perbedaan metode pemindaian, antara identifikasi dengan verifikasi data yang berdasarkan kerangka acuan kerja menggunakan sidik jari. Namun, Konsorsium PNRI menggunakan `iris`. Hal itu mengakibatkan ketunggalan KTP Elektronik tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Lantaran korupsi itu, penggunaan printer fargo HDP5000 part number 75001 untuk cetak
e-KTP di setiap kabupaten dan kota, terdapat penguncian spesifikasi yang terletak di printer dan ribbon-nya. Itu yang membuat pengguna tidak bisa menggunakan printer lain dan harganya dikendalikan vendor.
Kemudian, kegiatan pendampingan teknis yang dilakukan PT Sucofindo tak sesuai kontrak dan kerangka acuan kerja, mulai dari jumlah personil, kualifikasi personil, dan gaji yang dibayarkan kepada pendamping teknis di lapangan tidak sesuai kontrak.
Konsorsium PNRI menggunakan chip merek NXP P.308 dan chip merek ST Micro ST 23YR yang tak bersifat terbuka sebagaimana diatur dalam kerangka acuan kerja. Sehingga dua produk itu menyebabkan ketergantungan.
Anehnya, Konsorsium PNRI tetap mendapat keistimewaan. Padahal, pekerjaan Konsorsium PNRI yang sejak awal direncanakan oleh Novanto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Isnu Edhi Wijaya, Diah Anggreini, Irman, dan Drajat Wisnu Setyawan itu tak sesuai target.
Konsorsium PNRI seolah-olah telah menyelesaikan target 100 persen, padahal sampai dengan akhir masa pengerjaan pada 31 Desember 2017, mereka hanya bisa melakukan pengadaan 122.109.759 keping
e-KTP. Berdasarkan adendum kontrak ke-9 Nomor 027/2387/PIAK tanggal 27 Desember 2013, atas keterlambatan dan ketidaksesuaian prestasi pekerjaan itu, Konsorsium PNRI tidak diberikan teguran dan sanksi.
"(Konsorsium PNRI) tetap memperoleh pembayaran secara bertahap meskipun tak memenuhi target setiap terminnya," tandas jaksa Eva.
KEYWORD :
e-KTP Setya Novanto