Tentara Myanmar
Jakarta - Kantor berita Reuters mendesak pemerintah Myanmar melepaskan dua jurnalisnya, yang ditahan oleh ditangkap Selasa (12/12) kemarin. Dua jurnalis tersebut, menurut keterangan Reuters, memiliki data rahasia penting militer Myanmar, yang diperoleh dari dua orang polisi, yang pernah bekerja di negara bagian Rakhine.
"Jurnalis Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo telah melaporkan kejadian penting di Myanmar, dan kami mengetahui hari ini (13/12) mereka ditangkap sehubungan dengan pekerjaan mereka," demikian pernyataan Presiden dan Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J. Adler dikutip dari Washington Post.
Kedua jurnalis itu sebenarnya sudah hilang sejak Selasa (12/12) lalu. Namun, baru Rabu (13/12) kemarin diketahui bahwa keduanya tertangkap dan ditahan.
Kementerian Informasi Myanmar menegaskan bahwa kedua jurnalis tersebut ditangkap dan ditahan karena telah melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi. Hukumannya ialah 14 tahun penjara.
"Kami sangat marah, karena ini terang-terangan memasung kebebasan pers. Kami minta pihak berwenang segera membebaskan mereka," tegas Stephen.
Dalam foto terbaru, Kementerian Informasi merilis gambar dua jurnalis Reuters yang sedang diborgol dan berdiri di belakang meja yang penuh dokumen, telepon, dan uang tunai. Mereka dituding telah mengumpulkan surat-surat rahasia dan penting, terkait dengan pasukan keamanan.
Penangkapan jurnalis Reuters mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Anggota senior Komite Perlindungan Wartawan Shawn Crispin meminta pemerintah segera membebaskan kedua jurnalis itu tanpa syarat. Sementara Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) menyatakan prihatin atas kasus tersebut.
"Agar demokrasi berhasil, wartawan harus bisa melakukan pekerjaan mereka dengan bebas. Kami mendesak pemerintah menjelaskan penangkapan ini dan mengizinkan akses langsung kepada wartawan," tegas Kedubes AS.
KEYWORD :Reuters Myanmar Rohingya Pers