Jum'at, 27/12/2024 01:16 WIB

KPK Dituding Sengaja Hilangkan Nama Ganjar Pranowo Cs

Tim kuasa hukum Novanto telah menyediakan tabel dalam surat eksepsi ini.

Sidang Eksepsi Setya Novanto

Jakarta - Tim Penasihat Hukum terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK. Salah satu hal yang disampaikan adalah mengenai hilangnyanya nama-nama politikus‎ yang sebelumnya diduga jaksa KPK menerima uang e-KTP.

Tim pengacara menyebut hilangnya nama-nama itu dalam dakwaan Novanto, terkesan disengaja tim jaksa penuntut umum. Adapun nama-nama hilang yang disinggung tim kuasa hukum Novanto adalah ‎para kader PDIP, seperti mantan pimpinan komisi II DPR yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Kemudian, mantan pimpinan Komisi II DPR yang kini menjabat Menkumham Yasonna H Laoly dan mantan pimpinan Banggar DPR yang kini menjabat Gubernur Sulut, Olly Dondokambey. "Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto (terdakwa e-KTP lainnya), Ganjar Pranowo disebut menerima fee 520 ribu dollar AS,Yasonna Laoly menerima fee  84 ribu dollar AS," ujarnya.

"Dan Olly Dondokambey dinyatakan menerima fee 1,2 juta dollar AS, namun dalam dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Setya Novanto, nama-nama tersebut dihilangkan secara sengaja," ‎ucap kuasa hukum Novanto, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12/2017). ‎

Tim kuasa hukum Novanto telah menyediakan tabel dalam surat eksepsi ini. Hal itu untuk mempermudah majelis hakim dalam menilai dan membandingkan antara dakwaan Novanto dengan tiga terdakwa e-KTP sebelumnya, Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.‎

Adapun nama-nama lain yang juga disinggung pengacara Novanto, berbeda antara di dakwaan Irman dan Sugiharto, serta Andi Narogong dan Setya Novanto yakni jumlah fee yang diterima mantan Mendagri Gamawan Fauzi.

Selain itu, nama-nama penerima uang korupsi e-KTP lainnya yang hilang yakni mantan pimpinan Banggar DPR RI, Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Tamsi Linrung. Mekeng dalam dakwaan ‎Irman dan Sugiharto yang ditulis jaksa menerima fee terkait proyek e-KTP sejumlah 1,4 juta dollar AS, Mirwan Amir 1,2 juta dollar AS dan Tamsil sebesar 700 ribu dollar AS.

"Namun di dalam surat dakwaan Andi Narongong dan Setya Novanto hilang," ujarnya tim PH Novanto yang dikomandoi Makqdir Ismail.

Hal itu dipaparkan Tim PH untuk membuktikan surat dakwaan Novanto dibuat jaksa KPK secara tidak cermat, dan patut dibatalkan. Mengungat Setya Novanto disebut jaksa KPK melakukan perbuatannya secara bersama-sama Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Namun, faktanya adalah surat dakwaan masing-masing terdakwa sangat berbeda isinya.

"Surat dakwaan disusun sesuai dengan selera penuntut umum," ungkap Firman Wijaya, salah satu tim kuasa hukum Novanto.

Tim penasihat hukum Novanto menyebut jaksa KPK membuat surat dakwaan tersebut sesuka hati. Firman mempertanyakan soal perbedaan peran kliennya dalam tiga dakwaan tersebut. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Novanto disebut sebagai pihak yang mengarahkan perusahaan tertentu untuk memenangkan proses lelang.

"Dalam surat dakwaan terdakwa, terdakwa disebut mengintervensi anggaran serta pengadaan barang dan jasa. Ini dari sudut peran terdakwa," ujar dia.

Ketidakcermatan jaksa juga disampaikan tim kuasa hukum mengenai waktu terjadinya tindak pidana atau tempus delicti dan tempat dilakukan tindak pidana atau locus delicti yang dituangkan dalam dakwaan Novanto.

Firman menjelaskan posisi kliennya yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek e-KTP secara bersama-sama mantan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman, Sugiharto serta pihak swasta Andi Agustinus alias Andi Narogong. Tetapi dalam tiga surat dakwaan justru jaksa KPK memaparkan waktu terjadinya tindak pidana dan tempat dilakukan tindak pidana delicti para terdakwa berbeda-beda.

"Tempus delicti terdakwa Irman dan Sugiharto November 2009-Mei 2015. Namun dalam dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong November 2009-Mei 2015. Adapun tempus delicti Setya Novanto November 2009-Desember 2013," terang Firman.

Dikatakan Firman, mengenai perbedaan locus delicti tindak pidana yang terjadi dalam dakwaan Irman dan Sugiharto yakni di Graha Mas Fatmawati, lalu kantor Ditjen Dukcapil dan Hotel Sultan. Sementara locus delicti di dalam dakwaan Andi Narogong, ungkap Firman, di Gedung DPR RI, Hotel Gran Melia dan Graha Mas Fatmawati.

Sedangkan surat dakwaan Novanto, locus delicti di DPR RI, Hotel Gran Melia, Graha Mas Fatmawati, Equity Tower, Jl Wijaya XIII, Jakarta Selatan.

Dengan kepala terunduk, Novanto yang mengenakan kemeja batik lengan panjang memperhatikan eksepsi yang dibacakan tim kuasa hukum. Sebelum pembacaan dakwaan dimulai, Novanto sempat disinggung majelis hakim mengenai kondisi kesehatannya. Novanto hanya menganggukan kepala saat dikonfirmasi hal tersebut.

KEYWORD :

e-KTP Setya Novanto Ganjar Pranowo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :