Sabtu, 23/11/2024 22:23 WIB

"Mengapa Saya Bergabung dengan ISIS?"

Ini merupakan satu dari sekian penelitian, yang mencoba mencari tahu apa alasan seseorang bergabung dengan kelompok ekstrimis.

Anggota kelompok ISIS (foto: Asian Correspondent)

Jakarta - Berbagai macam penelitian menyimpulkan, kebanyakan orang bergabung dengan kelompok ekstrimis seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), tidak berangkat dari alasan ideologis. Sebaliknya, mereka yang bergabung justru untuk alasan sosial, di antaranya diajak teman dekat, atau merasa memiliki tujuan yang sama.

Ini merupakan satu dari sekian penelitian, yang mencoba mencari tahu apa alasan seseorang bergabung dengan kelompok ekstrimis. Sebelumnya, para peneliti beranggapan seseorang berperang ke luar dengan alasan ekonomi dan pendidikan. Namun ternyata, alasan ketidakadilan dan krisis identitas justru paling dominan.

Menurut psikolog klinis dan forensi Dr Kate Barrelle, hanya ada sedikit pola yang bisa menjelaskan siapa yang berpeluang tertarik pada kelompok ekstrimis teroris. Aspek ekonomi dan tingkat pendidikan sama sekali tidak berkorelasi dalam hal ini.

"Banyak orang berasumsi, katakanlan, kemiskinan menyebabkan terorisme dan radikalisme, karena mereka berasal dari latar belakang ekonomi yang buruk atau rendah. Tapi sebenarnya itu tidak berpola. Di antara para anggota ekstrimis, ada yang berasal dari latar belakang orang miskin, ada juga yang kaya," kata Dr Barrelle dilansir dari Asian Correspondent.

"Mitos yang sama juga berlaku untuk pendidikan, karena banyak orang yang terlibat itu berasal dari lulusan tingkat rendah hingga para sarjana," lanjutnya.

Barrelle mengatakan, kelompok ekstrimis lebuh menyukai anggota yang dapat bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim, ketimbang mereka yang kerap mengucilkan diri dan anti-sosial.

Ide radikal saja, kata Barrelle, tidak mengakibatkan seseorang terjerumus dalam sebuah aksi ekstrimisme. Sejumlah organisasi di dunia juga menekankan ideologi yang radikal, namun tidak untuk meneruskan fondasi itu menjadi sebuah tindakan ekstrimisme.

"Banyak orang yang mengadopsi ide, setelah mereka bergabung dengan kelompok, bukan sebaliknya," jelasnya.

Penelitian juga menunjukkan, orang cenderung bergabung dengan kelompok, jika mengenal orang yang terlibat dalam kelompok tersebut. Dan bagi banyak anggota baru, menjadi bagian kelompok, jauh lebih penting, dari pada ideologi itu sendiri, entah religius, politis, dan lain sebagainya.

"Kebutuhan pribadi yang menjadi anggota kelompok tertentu biasanya seputar identitas, rasa memiliki, tujuan dan ketidakadilan. Jika kelompok ekstrimis ini bisa membuat saya merasa seperti saya sendiri, maka tidak butuh waktu lama untuk mengadopsi gagasan yang menyertainya," kata Barrelle.

Karena tidak berangkat dari alasan ideologis, maka ideologi ekstrimis pada dasarnya mudah untuk dilepaskan. "Sebab mereka tidak terlalu berpegang pada landasan itu sejak awal," terangnya.

KEYWORD :

Unik ISIS Terorisme Radikalisme




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :