Sabtu, 23/11/2024 14:37 WIB

Pejabat Bakamla Disebut Kantongi 104.500 Dolar Singapura

Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi untuk `main proyek` di Bakamla dan jika bersedia maka Fahmi Darmawansyah harus memberikan

Eko Susilo Hadi, mantan pejabat Bakamla saat menjalani sidang lanjutan

Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia menerima 104.500 dolar Singapura (sekitar Rp1,045 miliar) dari pengusaha Fahmi Darmawasyah karena memenangkan perusahan Fahmi dalam pengadaan "drone" dan "satellite monitoring" di Bakamla serta mengusahakan anggarannya.

"Terdakwa Nofel Hasan bersama-sama dengan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo melakukan perbuatan menerima hadiah yaitu menerima Pemberian hadiah berupa uang 104.500 dolar Singapura dari Fahmi Darmawansyah diserahkan melalui Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus," ujar Jaksa KPK, Amir Nurdianto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (3/1).

Dikatakan Jaksa, terdakwa selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla telah menyusun dan mengajukan anggaran pengadaan `drone dan monitoring satellite` Bakamla pada APBNP 2016. "Sekaligus mempersiapkan dan mengusahakan pembukaan tanda bintang pada anggaran pengadaan `drone`," paparnya.

Dijabarkan, Nofel bersama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Arie Soedwo membuat anggaran pengadaan monitoring satellite senilai Rp402,71 miliar dan drone senilai Rp580,468 miliar.

Kemudian Pada Maret 2016, Ali Fahmi datang ke kantor PT Merial Esa dan bertemu Fahmi Darmawansyah selaku dirut perusahan tersebut didampingi Muhammad Adami Okta sebagai orang kepercayaan.

Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi untuk `main proyek` di Bakamla dan jika bersedia maka Fahmi Darmawansyah harus memberikan "fee" sebesar 15 persen dari nilai pengadaan. Ali Fahmi lalu memberitahukan pengadaan "monitoring satellite" senilai Rp400 miliar dan Ali meminta uang muka 6 persen dari nilai anggaran tersebut.

Untuk lelang drone itu,  Fahmi memakai  PT Merial Esa. Sedangkan pengadaan monitoring satellite,  Fahmi menggunakan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) yang sudah dikenalikan oleh Fahmi. Ia lalu mempercayakan Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus untuk mengurus proses pengadaan di Bakamla tersebut.

Pada September 2016, Adami diberitahu oleh Ali Fahmi bahwa kedua perusahaan itu memenangkan penawaran masing-masing tender. "Namun, anggaran drone masih dibintangi, artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi," ujarnya.

"Sehingga terdakwa bekerja sama dengan Ali Fahmi atau Hardy Stefanus melakukan pengurusan ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan RI untuk membuka tanda bintang pada anggaran drone," ujar jaksa Amir.

KEYWORD :

Bakamla Pengadilan Tipikor KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :