Jum'at, 27/12/2024 06:55 WIB

Alasan Lapas Ajukan Bebas Bersyarat Koruptor Nazaruddin

Menurut Dedi, Nazaruddin diusulkan mendapat pembebasan bersyarat karena telah memenuhi syarat administratif dan substantif.

Nazaruddin

Jakarta - Mantan Bendahara Umum (Bendungan) Partai Demokrat diusulkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung ‎mendapat pembebasan bersyarat. Kepala Lapas Sukamiskin Dedi Handoko tak membentah mengenai usulan tersebut.‎

"Baru kita usulkan pembebasan bersyaratnya," kata Dedi Handoko saat dikonfirmasi, Jumat (2/2/2018).

Pembebasan bersyarat ini, sebut Dedi, baru diusulkan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Menurut Dedi, usulan itu hingga saat ini masih dalam pembahasan.

"Ya (diusulkan) ke Dirjen Pas dan juga ke Menkumham," ujar dia.

Menurut Dedi, Nazaruddin diusulkan mendapat pembebasan bersyarat karena telah memenuhi syarat administratif dan substantif. Selain itu, Nazaruddin yang berstatus sebagai Justice Collaborator telah membayar denda yang ditetapkan pengadilan. Nazaruddin juga sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman. Nazaruddin s‎elama menjalani masa hukuman, sejak 2013 hingga 2017, ‎mendapat remisi atau pemotongan masa hukuman sebanyak 28 bulan.

"Kalau saya lihat sudah. Sudah memenuhi syarat administratif maupun subtantifnya. Dia punya (status) JC, justice collaborator. Kemudian pidana denda sudah dibayar. Kemudian malah sudah lewat tanggal 2/3 (masa hukuman)-nya, tanggal 19 Desember 2017," tutur Dedi.‎

Kendati nantinya usulan pembebasan bersyaratnya disetujui, Nazaruddin tak serta merta langsung menghirup udara bebas. Dia diharuskan menjalani masa asimilasi atau proses pembauran narapidana dengan kehidupan masyarakat terlebih dahulu.

Nazaruddin berdasarkan pehitungan ‎baru akan bebas pada 2020. "Kurang lebih masih tiga tahun dia bebas. Sekitar 2020 nanti dia bebas," tandas Dedi.‎

Nazaruddin diketahui merupakan terpidana 13 tahun pidana penjara atas dua kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nazaruddin sebelumnya divonis dalam dua kasus korupsi berbeda.

Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.

Juga dianggap memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring untuk memenangkan lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Hukuman Nazaruddin dalam kasus itu kemudian diperberat ‎Mahkamah Agung. Hukuman‎ 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta diperberat menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.

Saat menjalani masa hukuman ini, Nazaruddin kembali divonis pada 15 Juni 2016 atas kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Bos Permai Grup itu‎ divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.

Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. ‎Dari uang itu, Nazaruddin salah satunya membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup.

Pembebasan bersyarat diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.  Pada Pasal 14 ayat (1) huruf k tertulis, "Yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan."

Syarat-syarat pemberian pembebasam bersyarat secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Dikonfirmasi terpisah‎, Jubir KPK, Febri Diansyah mengaku belum mengetahui rencana Nazaruddin mendapat pembebasan bersyarat. Menurut Febri, pembebasan bersyarat maupun asimilasi terhadap Nazaruddin merupakan kewenangan Lapas karena statusnya saat ini merupakan narapidana.

"Proses asimilasi menjadi kewenangan Lapas karena posisinya sudah menjadi Narapidana," ucap Febri.

KEYWORD :

Nazaruddin E-KTP Yasonna Laoly




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :