| Sabtu, 03/02/2018 02:04 WIB
Jakarta - Langkah panitia lelang proyek e-KTP dinilai merupakan suatu kebijakan meski tak mengikuti rekomendasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Demikian disampaikan Penasihat Hukum mantan Ketua DPR RI,
Setya Novanto, Maqdir. Dikatakan Maqdir, pilihan kebijakan itu sepenuhnya ada di tangan Kemendagri selaku pemilik proyek.
Maqdir pun menilai janggal jika persoalan tersebut diseret oleh KPK ke ranah hukum pidana korupsi. Maqdir justru curiga lantaran saran LKPP yang saat itu dipimpin oleh
Agus Rahardjo tak diikuti, namun akhirnya dipermasalahkan saat Agus menjadi Ketua KPK.
"Ini pilihan kebijakan, mestinya tidak bisa dijadikan alasan untuk mempidanakan Pak SN. Terhadap pilihan kebijakan pengadaan ikut saran LKPK atau tidak, tidak ada sangkut pautnya dengan Pak SN. Hal ini sepenuhnya kebijakan eksekutif," kata Maqdir Ismail kepada awak media, Jumat (2/2).
Kata Maqdir, yang mejadi masalah saat ini adalah dikesankan seolah-olah bila kebijakan mengenai penganggaran dan pengadaan di Kemendagri atas intervensi Novanto.
"Pak SN dikatakan sebagai bosnya Andi bersama-sama dengan Andi mengaturnya. Ini kan pakai ilmu otak atik gathuk," tegasnya.
Diketahui, saat proyek e-KTP ini bergulir, Agus menjabat sebagai Kepala LKPP. LKPP saat itu jadi salah satu lembaga yang memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kemendagri.
Sebenarnya perihal peran Agus sebagai Ketua LKPP termaktub dalam fakta sidang Irman dan Sugiharto di dalam surat tuntutan. Salah satu saksi, yaitu Setya Budi Arijanta, yang menjabat salah satu direktur di LKPP, membenarkan bahwa LKPP, yang saat itu dipimpin Agus, terlibat dalam pendampingan proyek pengadaan e-KTP.
"Bahwa keterlibatan LKPP dalam mendampingi proyek e-KTP berawal pada tanggal 16 Februari 2011 LKPP didatangi pihak Kemendagri, yaitu terdakwa II Sugiharto dan 1 orang lainnya saksi, lupa, akan bertemu Direktur Kebijakan LKPP Saudara Sultan, yang juga bertemu saksi di lantai 7 dan meminta untuk dilakukan pencermatan dokumen pengadaan. Kemudian LKPP membalas surat Kemendagri tanggal 16 Februari 2011 dengan surat tertanggal 23 Februari 2011 yang memberikan saran yang salah satu poin pentingnya adalah agar 9 paket pekerjaan e-KTP dilakukan pemecahan, untuk menjamin kompetisi," demikian fakta sidang yang tercantum dalam surat tuntutan.
Mantan Mendagri, Gamawan Fauzi sebelumnya menyebut pihaknya hilir mudik menyambangi beberapa lembaga terkait sebelum proyek e-KTP ini berjalan. Beberapa lembaga itu diantaranya LKPP, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta KPK. Maksudnya "soan" ke lembaga-lembaga itu adalah untuk meminta masukan bagaimana cara-cara yang baik untuk mengerjakan proyek berpagu anggaran Rp 6 triliun.
"Terus saya lapor ke KPK, saya presentasi di sini, saya minta untuk mengawasi di sini. Kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu pak Agus (Ketua KPK saat ini) kepalanya," terang Gawaman usai diperiksa penyidik KPK, beberapa waktu lalu.
Agus sendiri sebelumnya tak menampik pernyataan Gawaman itu. Akan tetapi, tegas Agus, LKPP ketika itu tidak mendampingi pihak Kemendagri sampai tahapan lelang. Pasalnya, masukan yang diberikan LKPP tak dijalankan atau dihiraukan.
KEYWORD :
Kasus e-KTP Setya Novanto Agus Rahardjo