Wanita Saudi duduk di stadion pertama kalinya saat memperingati ulang tahun berdirinya kerajaan di ibukota Riyadh pada 23 September (Foto: AFP)
Dubai - Salah satu upaya modernisai kerajaan Arab Saudi adalah mebongkar hal-hal tabu di negara tersebut. Nah, baru-baru ini Dewan Cendekiawan Senior mengatakan, wanita Saudi tidak perlu lagi memaksakan diri mengenaka abaya.
Dalam salah satu program radio, Sheikh Abdullah al-Mutlaq mengatakan, wanita Muslim memang harus berpakaian sopan, tapi ini tidak mengharuskan mengenakan abaya.
"Lebih dari 90 persen wanita Muslim di dunia ini tidak memakai abaya. Jadi, kita seharusnya tidak memaksa orang memakai abaya," ujar Sheikh Mutlaq pada Jumat (9/2), dikutip dari Reuters, Minggu (11/2)
Meski belum menjadi undang-undang, pernyataan tersebut merupakan kali pertamanya dari seorang tokoh agama senior. Ini mengikuti pola kebebasan baru-baru ini diberlakukan oleh Kerajaan Inggris dengan naiknya Putra Mahkota Mohammad bin Salman ke tampuk kekuasaan.
Hanya ulama yang ditunjuk pemerintah yang terkait dengan Dewan Cendekiawan Senior yang diizinkan menerbitkan fatwa, atau pendapat hukum Islam. Penafsiran mereka terhadap hukum Islam merupakan dasar sistem hukum Arab Saudi.
Wanita Saudi mulai memakai abaya berwarna-warni dalam beberapa tahun terakhir, cahaya biru dan merah muda sangat kontras dengan warna hitam tradisional. Membuka abaya dengan rok panjang atau celana jins juga menjadi lebih umum di beberapa bagian negara ini.
Tren ini menandai perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2016, seorang wanita Saudi ditahan karena melepas abayanya di jalan utama di ibu kota Riyadh. Media lokal melaporkan, ia ditahan setelah sebuah pengaduan diajukan ke polisi agama.
Baru-baru kerajaan sudah memperbolehkan perempuan menghadiri acara olah raga campuran dan pengumuman bahwa Arab Saudi akan memberi mereka hak kepada perempuan mengemudi.
Ini adalah beberapa dari banyak perubahan yang telah dialami negara ini dalam beberapa bulan terakhir, yang dipuji sebagai bukti tren progresif baru di Kerajaan Muslim yang sangat konservatif.
Namun, terlepas dari perubahan ini, negara yang mengkelompokkan gender ini dikritik karena perlakuan diskriminasi terhadap perempuan. Aktivis telah mengecam sistem perwalian negara yang mengharuskan anggota keluarga laki-laki memberi izin kepada seorang wanita untuk belajar di luar negeri, melakukan perjalanan dan kegiatan lainnya.
Pada Kamis (8/2), Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, ALQST, melaporkan penahanan bulan lalu aktivis Noha al-Balawi. Ia mengaku diinterogasi oleh pihak Saudi mengenai keterlibatannya dengan hak-hak perempuan dan gerakan hak asasi manusia.
KEYWORD :Arab Saudi Abaya Abdullah al-Mutlaq