| Kamis, 15/02/2018 17:14 WIB
Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi
Jakarta - Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi mengakui adanya permintaan fee atau imbalan sebesar 8 persen dari proyek pengadaan e-KTP dari mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Fee 8 persen dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu diperuntukan buat pejabat dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
"Iya betul," kata Winata kepada majelis hakim dalam persidangan perkara korupsi
e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Anggota majelis hakim awalnya membacakan keterangan Winata saat diperiksa dalam proses penyidikan. "Ini ada juga keterangan saudara bahwa Irman pernah mengatakan proyek ini biasa, untuk jadi pemenang nanti saya diminta kira-kira 8 sampai 10 persen, ini bukan buat saya tapi pejabat-pejabat lainnya, menteri dan pejabat lainnya, betul?," ucap anggota majelis hakim.
Setelah Winata membenarkan, hakim kembali mempertegas soal permintaan tersebut. Winata pun mengamininya. "Iya," ujar Winata.
Lebih lanjut Winata mengungkapkan, Irman sudah mengetahui gelagat dirinya menolak memberikan uang kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri agar bisa mendapatkan proyek tersebut.
"Karena waktu (pak Irman) mengajak saya, saya keliatan memang menolak. Karena waktu nego dengan pak Andi (Andi Agustinus alias Andi Narogong), saya sudah secara kasar atau alus menolak, karena bagaimana setor-setor uang, enggak jelas. Itu yang saya tolak," imbuh Winata.
Winata mengaku pernah melakukan pertemuan dengan Andi Narogong di Hotel Crown. Saat itu, Winata mengaku diajak Irman dan Sugiharto.
Irman saat itu mengenalkan dirinya pada Andi, yang disebut akan mengerjakan proyek
e-KTP. Pertemuan itu sendiri untuk membicarakan pengerjaan proyek
e-KTP.
Andi, kata Winata, dalam pertemuan itu mengajak dirinya bekerja sama. Andi saat itu menyebut dirinya yang akan melobi anggota DPR untuk meloloskan anggaran proyek
e-KTP.
"Pada waktu itu pak Andi memperkenalkan, jadi intinya adalah untuk proyek besar ini dia harus lobi ke DPR. Supaya gol proyek ini. Pak Andi waktu itu bilang, `Pak Win enggak usah keluarkan, saya yang keluarkan semua, yang penting kita kerja sama. Ntar keluarkan saya catat dipembukuan`," ungkap Winata.
Akhirnya, lanjut Winata, perusahannya tetap mengikuti tender proyek
e-KTP. Namun, kata Winata, perusahaannya gugur dalam proses lelang.
Andi diketahui melalui Tim Fatmawati, membentuk tiga konsorsium, yakni Konsorsium PNRI, Konsorsium Murakabi, dan Konsorsium Asthagrapia. Panitia lelang pun memenangkan Konsorsium PNRI, yang merupakan bentukan Tim Fatmawati.
"(Saya) langsung digugurkan. Cuma salah satu lembar foto copy, ini enggak ada, pak Win enggak serahkan jadi gugur. Loh pak ini tender foto copy apa
e-KTP," tandas Winata.
KEYWORD :
Mendagri Gamawan Fauzi e-KTP