Sosialisasi tumbuhkan budaya baca
Jakarta – Pengamat literasi asal Sulawesi Barat, Muhammad Munir menilai minat baca di Indonesia sudah mulai meningkat, khususnya di Sulbar. Namun hal itu belum bersinergi dengan peningkatan masyarakat dalam mengakses buku-buku bacaan, apalagi di daerah-daerah terpencil.
Menurut Munir, meskipun pemerintah sudah mensosialisasikan kepada masyarakat agar terus meningkatkan jiwa membaca, dengan membuat program perpustakaan desa, Pusat Kegiatan Membaca Masyarakat (PKBM), dan Taman Baca Masyarakat (TBM). Namun hal tersebut dinilai belum cukup, lantaran akses masyarakat untuk menyentuh buku-buku bacaan itu masih sangat kurang.
“Sesungguhnya di Indonesia, wabilkusus Sulbar, sesungguhnya minat bacanya tinggi, hanya saja akses bacaan kepada mereka yang tak memadai. Kalau pun selama ini ada dalih yang mengatakan bahwa disana sini sudah ada perpustakaan desa, PKBM dan TBM, itu sebenarnya belum menjamin tersebarnya semangat baca masyarakat,” ujar Munir saat dihubungi Jurnas.com, Selasa (06/03).
“Perpustakaan yang dikelola oleh desa, sekolah dan lainnya rata-rata terlalu formal sementara anak-anak atau masyarakat, jangankan masuk untuk membaca, untuk sekedar menginjakkan kaki dalam halaman kantor desa saja mereka segan,” lanjutnya.
Pria berusia 39 tahun itu menilai salah satu cara yang bahkan lebih efektif meningkatkan jiwa membaca dalam diri masyarakat ialah melalui pengenalan secara intens buku-buku bacaan dengan pendekatan seperti yang mereka inginkan. Sehingga masyarakat tak lagi membuat aktivitas membaca itu sesuatu yang berat, melainkan hal yang menyenangkan.
“Anak-anak atau masyarakat justru memburu bacaan ketika kami dari Pustaka Bergerak ini gelar buku di bawah pohon, di taman, bahkan di kolong rumah dan halaman masjid,” kata pria asli Campalagian, Polewali Mandar tersebut.
“Kami sudah membuat rumah baca di beberapa desa, tentu disesuaikan dengan stock buku yang ada, sebab mereka harus kami fasilitasi minimal 100 buku per rumah baca. Dan sudah ada sekitar 40 desa di daerah Majene, Mateng dan Polman,” katanya.
“Ternyata konsep yang mereka butuhkan ialah kegiatan seperti ini,” lanjutnya.
Namun Munir menambahkan, kurangnya penyediaan buku-buku bacaan juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi saat mulai melakukan pustaka bergerak. Pasalnya, buku yang dimiliki sangat terbatas, apalagi kurangnya perhatian pemerintah daerah membuat hal itu semakin sulit.
“Hanya kendalanya bagi relawan, sebab buku yang dimilikinya terbatas dari segi koleksi sehingga pemerintah diharapkan bisa menjadi mitra bagi relawan pustaka bergerak,” tuturnya.
“Kita hanya mengandalkan buku-buku bekas, makanya prosesnya lama. Apalagi selama 3 tahun ini kami belum pernah dapat bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda),” tambahnya.
Berdasarkan study "Most Literred Nation in the world 2016", minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara di dunia.
KEYWORD :Minat Baca Sulbar Buku Pendidikan