Sabtu, 23/11/2024 21:37 WIB

Gubernur Nur Alam Dituntut 18 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politik

Jaksa menyebut perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya Nur Alam senilai Rp 2,7 miliar dan PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.

Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta

Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan 18 tahun penjara terhadap Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam. Jaksa juga menjatuhkan tuntutan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan terhadap Nur Alam.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara 18 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan," ucap jaksa KPK, Subari Kurniawan, saat membacakan surat tuntutan terdakwa Nur Alam, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Selain tuntutan tersebut, Jaksa juga meminta hakim mencabut hak politik Nur Alam ‎lima tahun setelah selesai menjalani hukuman. Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan yakni membayar uang pengganti senilai Rp 2,7 miliar.

"Dengan perhitungan harga satu bidang tanah dan bangunan yang terletak di kompleks primer kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang disita di proses penyidikan dan apabila terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup maka dipidana penjara satu tahun," terang hakim.

Jaksa meyakini, Nur Alam melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Selain itu‎, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi  Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam dinilai merugikan negara sebesar Rp 4,3 triliun. Perbuatannya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai Gubernur.

Jaksa menyebut perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya Nur Alam senilai Rp 2,7 miliar dan PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.

Perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB. ‎Berdasarkan perhitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp 2,7 triliun. Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki Wasis.

Nur Alam selain itu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. Uang dari Richcorp itu diduga ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.

Dimana hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Jaksa menganggap uang tersebut harus  sebagai suap lantaran ‎bukan dari sumber yang sah.
 
Atas dugaan tersebut, perbuatan Nur Alam diyakni jaksa terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.‎
‎‎‎
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim memutuskan menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama dan berlanjut," tutur jaksa Subari.‎

Jaksa dalam pertimbangannya menilai bahwa perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatan Nur Alam mengakibatkan kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Bombana dan Buton. Nur Alam juga dinilai tidak ‎mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya.

"Meringankan, terdakwa bersikap sopan selama menjalani persidangan," tandas jaksa.‎

KEYWORD :

Kasus Korupsi Nur Alam Sulawesi Tenggara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :