Sabtu, 23/11/2024 07:09 WIB

Utang Terus Bebani APBN

Utang yang terus diproduksi pemerintah hingga Rp4.034,80 triliun kian membebani APBN. Jumlah utang yang cukup mengkhawatirkan tersebut justru membuat prikologis pemerintah enggan menerima kritik dan masukan.

Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan (Foto: Humas DPR)

Jakarta - Utang yang terus diproduksi pemerintah hingga Rp4.034,80 triliun kian membebani APBN. Jumlah utang yang cukup mengkhawatirkan tersebut justru membuat prikologis pemerintah enggan menerima kritik dan masukan.

Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, ketika dihubungi, Jakarta, Rabu (28/3). Menurutnya, utang menjadi sumber rusaknya APBN yang disusun pemerintah sendiri. Praktik anggaran yang dilakukan pemerintah hanya gali lubang tutup lubang.

"Untuk melihatnya, cukup dengan membaca keseimbangan primer. Keseimbangan primer dalam APBN menggambarkan kemampuan pemerintah membayar pokok dan bunga utang dengan menggunakan pendapatan negara,” kata Heri.

Kalau nilainya negatif, sambung Heri, pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar seluruh pokok dan bunga utang. Saat ini, nilai keseimbangan primer masih negatif sebesar Rp121,5 triliun. Bangsa ini pantas khawatir, jangan sampai utang sebesar Rp4.034,80 triliun itu tidak produktif dan hanya habis untuk membayar bunga utang.

“Utang sudah pasti akan menjadi beban APBN. Lebih-lebih dengan berakhirnya program pengampunan pajak, maka pemerintah akan makin sulit merealisasikan penerimaan negara yang lebih baik,” ujarnya.

Beban jatuh tempo pembayaran utang juga makin besar. Pada 2018 ini sebesar Rp390 triliun dan pada 2019 sekitar Rp420 triliun. Sementara di sisi lain, ada gap antara realisasi pendapatan dan belanja.

Belanja rata-rata tumbuh di kisaran 5 persen dan realisasi pendapatan negara hanya tumbuh di kisaran 3 persen. Ini fakta yang memilukan. Fakta lain, kata politisi Gerindra ini, lebih dari 70 persen penerimaan negara bersumber dari pajak yang realisasinya terus melenceng dari rencana.

Tahun 2015 saja, realisasinya hanya Rp1.285 triliun, melenceng dari target APBN-P sebesar Rp1.489 triliun. Tahun 2016 juga melenceng dari target APBN-P sebesar Rp1.539,2 triliun. Untuk tahun 2017, tercatat per 30 Desember 2017, penerimaan pajak hanya Rp1.145,59 triliun, dari target Rp1.283,6 triliun.

“Untuk diketahui, tax ratio Indonesia adalah yang terendah di dunia, yakni hanya 11 persen. Lalu, beban jatuh tempo utang yang terus naik dibayar pakai apa di tengah-tengah adanya gap antara realisasi pendapatan dan belanja, di tengah-tengah realisasi pajak yang terus melenceng, di tengah-tengah angka tax ratio yang rendah? Inilah yang saya katakan bahwa utang adalah bom waktu yang akan terus menjadi beban dari tahun ke tahun,” ungkap Heri.

Politisi dapil Jabar IV ini menyerukan agar pemerintah tetap prudent dalam mengelola utang dan selalu terbuka menerima kritik. Kalau tidak, utang ini bukan tidak mungkin akan tembus Rp5.000 triliun.

Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi efektifitas defisit APBN yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal ekspansif. Idealnya, ekspansi fiskal harus berdampak pada peningkatan produktifitas yang tercermin pada peningkatan penerimaan negara dan menurunnya pembiayaan defisit ke depan.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XI DPR APBN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :