Sabtu, 23/11/2024 14:21 WIB

Hakim Cecar Harta dan Aset Eks Dirjen Hubla

Selain soal harta dan aset, Tonny juga didalami keterangannya terkait oprasi tangkap tangan (OTT).

Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Antonius Tonny Budiono

Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono tak hoby mengoleksi barang mewah. Pun termasuk kendaraan mewah. "Kendaraan hardtop 2, masing-masing Rp 30 juta," kata Tonny.

Hal itu mengemuka saat Tonny menjalani pemeriksaan terdakwa, di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/4/2018). Soal kendaraan, Tonny mengaku hanya memiliki dua unit mobil Hardtop yang harganya masing-masing sekitar Rp 30 juta. ‎Tonny mengklaim tak memiliki kendaraan mewah. ‎

Saat melakukan kunjungan kerja, Tonny mengklaim tak pernah menggunakan kendaraan pribadinya.‎‎ Selain mobil hardtop, Tony mengaku memiliki rumah di kawasan Bintaro.

Dalam keterangannya, Tonny juga mengaku memiliki beberapa rekening bank. Menurut Tonny, dua rekening yang biasa digunakannya masing-masing berisi uang sekitar Rp 300 juta dan Rp 900 juta.

"Uang anda banyak kenapa mobilnya hardtop?," tanya jaksa.

"Saya engga tertarik pakai Alphard," jawab lelaki yang pernah menjabat sebagai salah satu komisaris di PT Pelindo itu.

Selain soal harta dan aset, Tonny juga didalami keterangannya terkait oprasi tangkap tangan (OTT). Kepada majelis hakim, Tonny mengaku sempat mendapat firasat buruk sebelum dirinya ditangkap oleh petugas KPK. Firasat itu dirasakan saat Tonny melihat ada ‎perempuan yang mencurigakan di tempat tinggalnya, di Mess Perwira Bahtera Suaka Dirjen Perhubungan Laut di Jalan Gunung Sahari Jakarta Pusat.  

Diceritakan Tonny, pada pagi hari dirinya melihat ada seorang perempuan yang turun dari mobil Mitsubishi hitam di depan kediamannya. Wanita itu, kata Tonny, berjalan  menuju tangga dan naik ke lantai atas Mess.

Tak berselang lama perempuan itu turun kembali.‎ "Ternyata itu orang KPK yang mulia," imbuh Tonny.‎

Menurut Tonny, dirinya didatangi lima orang petugas KPK di kediamannya. Petugas KPK, kata Tonny, sempat mengkonfirmasi soal dugaan penerimaan uang.

"Pertama (petugas KPK) bilang pak Tonny taro uang 2 juta dimana dari yongkie, saya bilang ngga ada uang, ada atm pak, (petugas KPK kembali bertanya) itu tas apa isinya? Uang? silakan diperiksa," terang Tonny.

Petugas KPK, sambung Tonny, juga mengkonfirmasi tas yang diduga berisi uang. Kepada petugas, Tonny mengaku memiliki beberapa tas ransel yang disimpan di kamar tidurnya. ‎

"Kenapa ditaro tas disitu?," tanya hakim.

"Karena saya tidurnya disitu, satu lagi untuk simpan keris sama tombak," jawab Tonny.‎

Setelah diperiksa, total ada 33 tas ransel di kamar Tonny. Kepada majelis hakim, Tonny mengaku isi tas tersebut adalah uang.‎

"Tas ransel sebanyak 33 isinya apa?," tanya hakim.

"Tas ransel itu isinya uang, tapi saya tidak tahu, pikiran saya hanya Rp 3-4 miliar," jawab Tonny.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik KPK terhadap 33 tas ransel itu, Tonny mengklaim baru menyadari jika tas-tas itu berisi uang senilai Rp 20,74 miliar.

"Jadi 33 tas itu isinya Rp 20 miliar?," kata hakim kembali bertanya.‎

"Rp 18,9 miliar ditambah dengan empat kartu ATM senilai Rp 1,174," ujar Tonny merespon.‎

Setelah diperiksa dan dikonfirmasi, Tonny dan tas-tas yang berisi uang itu diboyong petugas ke kantor KPK. Setelah menjalani pemeriksaan intensif, Tonny akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan suap.‎‎

"Saya ngga pernah hitung yang mulia. Perhitungan saya Rp 3-4 miliar, begitu dihitung Rp 20 miliar,  kalau tau begitu mending saya beli rumah di Pondok Indah," tandas Tonny.‎‎
‎‎
Antonius Tonny Budiono dalam perkara ini didakwa menerima suap Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan. ‎Diduga uang itu terkait proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016.

Uang Rp 2,3 miliar itu juga diduga diberikan lantaran Tonny telah menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten. Selain itu diduga terkait ‎Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang, yang pengerukannya dilakukan oleh PT Adhiguna Keruktama.

Selain kasus suap, Tonny juga didakwa menerima gratifikasi. Gratifikasi Tonny dalam bentuk berbagai mata uang asing dan barang-barang berharga lainnya.‎

KEYWORD :

Perhubungan Laut Tonny Budiono KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :