Ilustrasi Anak
Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise meminta masyarakat Sulawesi Barat (Sulbar) untuk menyetop perkawinan anak. Sebab, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak perempuan dan laki-laki.
“Anak-anak rentan kehilangan hak pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak,” terang Menteri Yohana pada Kamis (12/4) di Mamuju, Sulawesi Barat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, Sulbar menempati urutan pertama se-Indonesia, dengan nilai rata-rata perkawinan anak sebesar 37 persen. Data itu diperkuat dengan temuan pada 2017 lalu, bahwa perempuan yang menikah di bawah usia 21 tahun mencapai 114.741 orang. Sementara laki-laki yang diketahui menikah di bawah usia 25 tahun mencapai 94.567 orang.
“Perkawinan anak bagi pihak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal, dalam kasus kehamilan dan persalinan, dibanding usia 20-24 tahun,” ujar Menteri PPPA.
“Dan secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan terjadi pada anak perempuan usia 15-19 tahun,” imbuhnya.
Yohana menjelaskan, dampak kesehatan bayi yang dilahirkan oleh perempuan di bawah umur memiliki risiko kematian lebih besar yaitu dua kali lipat sebelum mencapai usia satu tahun.
Dan resiko lain ialah hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, resiko ancaman dari penyakit reproduksi seperti kanker servick, kanker payudara, dan hidup dalam keretakan keluarga karena ketidaksiapan mental mereka dalam membangun keluarga, sehingga menimbulkan perceraian.
Perkawinan Anak Kementerian PPPA Yohana Yembise