Seorang perwira militer Suriah merekam video di Pusat Penelitian Ilmiah yang hancur di Damaskus, Suriah, (Reuters / Omar Sanadiki)
Washington – Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Heather Nauert mengaku belum mendapatkan informasi bahwa tim penyelidik Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) sudah sampai di lokasi serangan yang diduga menggunakan bahan kimia di distrik Douma, Suriah.
"Kami tahu bahwa media pemerintah Suriah sebelumnya melaporkan bahwa tim OPCW telah memasuki Douma, namun menurut sumber terpercaya kami, tim penyelidik belum dapat masuk ke Douma hingga saat ini," jela Nauert dalam konferensi pers.
Nauert mengatakan, tujuan rezim Suriah dan Rusia adalah untuk menghilangkan bukti penggunaan senjata kimia dalam serangan itu.
Menurut dia, semakin lama penyelidikan oleh staf OPCW tertunda, maka bukti-bukti di lapangan akan semakin sulit didapatkan. Meskipun kurang bukti, Nauert menegaskan bahwa pihaknya memiliki informasi kuat mengenai penggunaan gas klorin dan saraf dalam serangan tersebut.
"AS terus meninjau semua informasi itu," tegasnya.
Rusia Klaim Gagalkan Serangan Pesawat Nirawak Ukraina di Atas Wilayah Moskow, Tidak Ada Kerusakan
Menurut badan pertahanan Suriah White Helmet, awal bulan ini pasukan rezim Bashar al-Assad menyerang Douma di Ghouta Timur menggunakan gas beracun yang menewaskan sedikitnya 78 warga sipil.
Pasca serangan itu, AS, Inggris, dan Perancis bersama-sama melancarkan serangan ke sejumlah aset milik rezim Assad pada Jumat malam.
Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jospeh Dunford menjelaskan, serangan itu menargetkan pusat komando, pusat penelitian dan gudang senjata kimia rezim Assad yang terletak di barat Homs.
Pinggiran Damaskus di Ghouta Timur telah dikepung selama lima tahun terakhir. Akses kemanusiaan ke daerah itu, yang merupakan rumah bagi 400.000 jiwa, telah benar-benar terputus.
Selama delapan bulan terakhir, pasukan rezim telah meningkatkan pengepungan, sehingga makanan atau obat-obatan hampir tidak mungkin masuk ke distrik itu. (aa)
KEYWORD :Senjata Kimia Suriah Iran Amerika Serikat Rusia