Minggu, 22/12/2024 13:10 WIB

KPK Duga Gratifikasi Bupati Mojokerto Melalui Keluarga

Menurut Febri, dari uang Rp 4 miliar yang disita, terdapat Rp 3,7 miliar yang ditemukan tim penyidik di rumah orangtuanya Mustofa. Uang tersebut disimpan di lemari di sebuah kamar.  

Juru bicara KPK Febri Diansyah

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi informasi dan data mengenai dugaan gratifikasi Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa melalui pihak keluarganya  dengan menggunakan sarana perbankan.‎

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah tak menampik hal tersebut. Menurut Febri, pihaknya sedang mendalaminya.  "KPK mendalami dugaan penerimaan gratifikasi melalui sarana perbankan melalui pihak keluarga," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (2/5/2018).

Diketahui, KPK menetapkan Mustofa sebagai tersangka atas dua sangkaan. Salah satunya dugaan gratifikasi. Dalam kasus gratifikasi, Mustofa bersama Zainal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mojokerto periode 2010-2015 diduga menerima fee atas proyek-proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto. Total fee yang diterima dari proyek-proyek itu mencapai Rp 3,7 miliar.

Dalam proses penyidikan kasus itu, KPK melakukan serangkaian penggeledahan di sejumlah lokasi. Dari penggeledahan itu, ‎tim penyidik KPK telah menyita uang senilai Rp 4 miliar.

Menurut Febri, dari uang Rp 4 miliar yang disita, terdapat Rp 3,7 miliar yang ditemukan tim penyidik di rumah orangtuanya Mustofa. Uang tersebut disimpan di lemari di sebuah kamar.  

"Uang dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu itu masih dalam bungkusan tas kresek hitam sekitar Rp 700juta, kardus dan tiga tas lain untuk sisanya. Saat penggeledahan dilakukan, MKP (Mustofa Kamal Pasa) sedang berada di lokasi," ungkap dia.

Selain uang, tim juga menyita 13 kendaraan yang terdiri dari enam unit mobil dengan rincian satu unit Toyota Innova, satu unit Toyota Innova Reborn, satu unit Range Rover Evoque, satu unit Subaru, satu unit Daihatsu Pickup den satu unit Honda CRV. Kemudian lima unit Jetski, dan dua unit sepeda motor.‎‎

Dari belasan kendaraan yang telah disita, mengemuka dugaan Mustafa menggunakan pihak keluarga atau pihak lain untuk menerima gratifikasi.‎ Febri membenarkan kendaraan-kendaraan yang disita itu menggunakan nama pihak lain.
"Untuk kendaraan yang disita kepemilikannya diduga atas nama pihak lain," ujar Febri.

‎‎Tak hanya gratifikasi, Mustafa juga ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan suap sekitar Rp 2,7 miliar. Diduga Mustofa menerima suap dari Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Grup) Ockyanto dan Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya.

Sogok itu, untuk memuluskan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015. Kedua petinggi perusahaan yang bergerak dibidang telokomunikasi itu juga ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemberi suap.

Lembaga antikorupsi sendiri telah menyita sejumlah dokumen terkait dengan izin pembangunan menara telekomunikasi. Sejumlah menara itu tersebar di berbagai lokasi di Mojokerto.

Dokumen itu disita setelah penyidik menggeledah sejumlah tempat. Di antaranya di kantor Regional Office Tower Bersama Grup (TBG) di Surabaya, kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Mojokerto, dan kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mojokerto.

Mustofa diketahui sudah ditahan oleh lembaga antikorupsi. Ia ditahan di Rumah Tahanan Klas l Jakarta Timur cabang KPK untuk 20 hari ke depan, Senin (30/4/2018).

Dalam proses penyidikan kasus yang menjerat Mustafa, tim penyidik telah memeriksa belasan saksi. Salah satunya Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto Suharsono.

Usai menjalani pemeriksaan di Polres Mojokerto beberapa hari lalu, Suharsono mengaku ditelisik soal SOP penanganan tower tahun 2015. Dikatakan Suharsono, ada 19 Tower Seluler (BTS) yang berdisi tanpa izin di Kabupaten Mojokerto. 4 tower diantaranya dalam proses pengurusan izin.

Dari belasan BTS itu, 11 diantaranya milik Protelindo, sementara 5 lainya milik Tower Bersama Grup (TBG).

Dikatakan Suharsono mengklaim jika pihaknya telah menindak tegas belasan tower yang belum mengantongi izin tersebut. Saat itu, kata Suharsono, pihaknya sudah menjalankan tugasnya sesuai aturan. Mulai dari pemanggilan hingga penyegelan BTS.

Saat ini, lanjut Suharsono, belasan BTS itu sudah mengantongi izin. Izin dikeluarkan oleh bambang Wahyudi yang saat itu menjabat Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penananaman Modal.

KEYWORD :

Kasus Gratifikasi KPK Mojokerto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :