Minggu, 24/11/2024 00:26 WIB

Kebijakan Cukai Plastik Dinilai Tak Efektif Kurangi Sampah

Inti permasalahan sampah di Indonesia masih belum adanya tata kelola sampah yang terstruktur dan terencana dengan baik.

Kebijakan penarikan cukai kemasan plastik justru akan merugikan industri daur ulang (Foto: Istimewa)

Jakarta - Upaya Pemerintah menerapkan cukai pada kemasan plastik, minuman botol dan plastik terus mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan juga industri kemasan plastik.

Saat ditemui di acara pameran Industri Plastik dan Karet, di Kementerian Perindustrian, Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Edi Rivai, menilai bahwa kebijakan penerapan cukai tersebut tidaklah efektif untuk mengurangi sampah plastik oleh masyarakat.

"Karena plastik akan tetap digunakan dan tidak berkurang penggunaannya sebagai bagian dari kebutuhan sehari-hari," ujar Edi.

Inti permasalahan sampah di Indonesia adalah masih belum adanya tata kelola sampah yang terstruktur dan terencana dengan baik. Serta masih lemahnya pemahaman soal pengelolaan sampah yang utuh justru tidak mendapatkan porsi pembahasan memadai sehingga memicu lahirnya berbagai kebijakan praktis yang tidak tepat sasaran dan hanya akan semakin membebani pelaku industri dan masyarakat.

Plastik kemasan bekas pakai sekalipun jika dikelola masih dapat digunakan kembali menjadi produk lainnya, kemudian setelah dipakai dapat didaur ulang.

“Pemerintah pun bisa menggandeng swasta untuk fokus dalam pengelolaan sampah dalam negeri mulai dari pemilahan sampah sejak awal di tingkat rumah tangga sehingga dapat menaikkan tingkat daur ulang plastik dan tidak berakhir di TPA dan lingkungan menjadi lebih bersih," ungkap Edi.

Senada dengan Edi Rivai, Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Christine Halim menyatakan, kebijakan penarikan cukai untuk kemasan plastik justru akan merugikan industri daur ulang.

Pengenaan cukai pada kemasan plastik, menurutnya juga akan berdampak pada peningkatan harga sampah plastik. Akibatnya, ada sekitar 300 lebih pelaku Industri daur ulang yang tergabung dalam ADUPI terancam menutup usahanya karena tidak dapat bersaing dikarenakan cost yang dikeluarkan sudah tidak sesuai.

Pungutan cukai tersebut akan memperlemah kemajuan industri plastik dan daur ulang plastik hingga industri pendukungnya. Hal tersebut sangat kontra produktif terhadap usaha Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri manufaktur dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dengan adanya pungutan cukai terhadap semua produk yang menggunaan kemasan plastik oleh Menteri Keuangan, akan dapat mematikan usaha plastik dan daur ulang plastik,” ujar Christine.

Sementara itu, terkait isu maraknya impor sampah dari negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, pada hari Senin 30 april 2018 lalu digelar rapat bersama di Kementerian Industri dengan pengusaha daur ulang plastik terkait menyikapi importasi sampah plastik yang terakhir ini meningkat dan banyaknya permintaan izin baru dau ulang plastik dgn menggunakan bahan baku sampah impor.

Pihak ADUPI menyampaikan bahwa saat ini Indonesia merupakan salah satu negara tujuan impor sampah tersebut.

“Negara maju tersebut mencari alternatif negara lain yang bersedia menampung limbah mereka, diantaranya negara berkembang seperti Taiwan, Indonesia, Vietnam, Malaysia, Filiphina dan Birma sebagai alternatif sasaran impor pengganti China” ujar Christine Halim ketua ADUPI.

Christine juga menyampaikan, jika ini dibiarkan terjadi maka indonesia bakal jadi pengimpor sampah plastik terbesar di dunia dan bisa berdampak sampah lokal tidak terkelola dengan baik.

Selain ADUPI, INAPlast juga berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan ini. Karena kondisi ini akan mengurangi minat industri daur ulang lokal menggunakan sampah plastik lokal yang akan berdampak menambah jumlah sampah yang tidak terkelola.

"Baiknya pemerintah mempelajari kembali bahaya import limbah sampah plastik. UU pengelolaan sampah pasal 28 No 18/2018 sudah sangat jelas setiap orang dilarang mengimpor sampah” ujar Edi.

Diketahui sejak Januari 2018 lalu, Pemerintah China telah melarang impor sejumlah jenis sampah dari luar negeri mulai 1 Januari 2018. Total, 24 jenis sampah dari luar negeri dilarang memasuki negara itu termasuk plastik, kertas, dan tekstil.

Langkah yang ditempuh pemerintah Beijing ini mengguncang negara-negara maju, termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang yang selama ini mengirim sejumlah besar sampahnya ke negara tersebut.

KEYWORD :

sampah plastik cukai




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :