Warga Palestina memakai topeng lakukan aksi demonstrasi di perbatasan Gaza
Jakarta - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) pada melewatkan topik kekerasan Israel terhadap wartawan ketika membicarakan orang-orang yang terbunuh saat menjalankan profesinya di seluruh dunia.
Dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert membicarakan soal pembunuhan wartawan di Malta, Meksiko, Rusia dan Afghanistan.
"Kami mendesak pertanggungjawaban atas terbunuhnya jurnalis di Malta, Meksiko, Rusia Slovakia, dan terutama wartawan BBC Pashto di Afghanistan pada Senin," tegas Nauert.
Namun Nauert tidak menyebutkan perihal kematian wartawan foto asal Palestina Yasser Murtaja dan jurnalis Ahmad Abu Hussein selama unjuk rasa di Gaza.
Awal April, Murtaja, 30, ditembak di perut oleh tentara Israel saat meliput demonstrasi di perbatasan Gaza-Israel. Hari berikutnya, dia meninggal dunia dan pemakamannya dihadiri oleh ratusan orang. Dia menjadi sasaran tentara Israel meski memakai helm dan rompi bertuliskan "PERS".
Kematian Murtaja dan Abu Hussein menunjukkan risiko besar yang dihadapi para wartawan Palestina.
"Ada banyak wartawan yang meninggal di seluruh dunia. Saya tidak akan bisa mendata setiap kematian wartawan di seluruh dunia, meskipun hal itu tentu saja penting dan signifikan," ujar Nauert ketika menanggapi pertanyaan mengapa dia tidak menyebutkan Israel.
Sejumlah wartawan pun mengingatkan Nauert bahwa jurnalis Palestina itu sengaja ditembak oleh tentara Israel meskipun mereka tidak mengeluarkan provokasi atau ancaman apa pun. Namun Nauert sekali lagi menghindari pertanyaan, dan menegaskan bahwa dia tidak memiliki informasi tentang insiden tersebut.
Sebaliknya, Nauert mengatakan AS memahami bahwa Israel berhak untuk membela diri.
Dalam kesempatan yang sama, juru bicara Deplu AS itu juga membahas soal penahanan jurnalis di negara lain seperti Myanmar, Kuba, Turki, Mesir, dan Tiongkok.
Amerika Serikat Palestina Wartawan