Sabtu, 23/11/2024 14:11 WIB

Skor Indeks Korupsi Indonesia Masih "Mandek"

Sebab  itu, sambung Laode, seluruh sektor yang tertuang dalam Perpres ini difokuskan mendongkrak skor IPK.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif

Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mengatakan salah satu fokus diterbitkannya Peraturan Presiden Strategi Nasional Pencegahan Korupsi adalah untuk mendongkrak skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Skor IPK Indonesia pada 2017 diketahui stagnan atau sama dengan tahun 2016, yakni 37.

Laode menyampaikan hal itu menyusul rencana Presiden Joko Widodo yang akan menerbitkan Perpres Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Saat ini sedang dirumuskan sejumlah instansi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Staf Presiden (KSP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan RB).

Sebab  itu, sambung Laode, seluruh sektor yang tertuang dalam Perpres ini difokuskan mendongkrak skor IPK. Demikian juga dengan fokus kerja dan strategi-strategi yang disusun dalam Perpres tersebut.

"Fokusnya kita sesuaikan, kan sebenarnya salah satu cita-cita kita itu untuk meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi kita yang sekarang itu 37, diharapkan dengan adanya Perpres ini, kita bisa menembus supaya tahun depan Insya Allah bisa naik dua digit, syukur-syukur kalau tiga digit," ucap Laode kepada wartawan, Sabtu (26/5/2018).

Dikonfirmasi terpisah Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan menerangkan, Perpres ini merupakan revisi dari Perpres No 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Meski demikian, yang membedakan dengan Perpres 55/2012, dalam Perpres saat ini adalah KPK ikut secara formal di kegiatan. Bahkan, kata Pahala, kantor KPK menjadi sekretariat nasional. "Sejak 2017 KSP, Bappenas, KPK, Kemdagri dan Menpan merancang bagaimana strategi nasional yang baru.

"Di situ ditetapkan bahwa strukturnya ada tim nasional, ini mirip-mirip panitia atau dewan pengarah. Isinya Mendagri, ketua KPK, Kepala KSP, Menpan dan Menteri Bappenas. Itu pengarah yang menentukan arah kegiatan. Dan di bawahnya ada sekretariat nasional, ini yang operasional. Operasional itu ditetapkan ada di KPK, di kedeputian pencegahan," ujar Pahala.

Dijelaskan Pahala, terdapat tiga hal yang menjadi fokus ‎dalam Perpres ini. Yakni,‎ keuangan negara, perizinan serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

Terkait keuangan negara, kata Pahala, mencakup penerimaan negara seperti pajak, bea cukai, penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk sektor pengeluaran negara mencakup mulai dari perencanaan terpadu, pengusulan anggaran hingga implementasi, termasuk dalam hal pengadaan barang dan jasa.

"Jadi panjang rentangnya untum keuangan negara ini," terang Pahala.

Sedangkan sektor perizinan, sambung Pahala, Perpres ini mengatur kemudahan perizinan. Sektor perizinan ini lebih bernuansa pencegahan korupsi, seperti perizinan sumber daya alam, perkebunan, dan hal lainnya.
 
"Kejaksaan dan kepolisian ada di Pokja yang ketiga, yaitu penegakan hukum dan reformasi birokrasi," tutur Pahala.

KEYWORD :

Indeks Persepsi Korupsi KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :