Menristekdikti Mohamad Nasir
Semarang - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyebut, data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) soal radikalisme di kampus merupakan data lama.
Data itu, sudah dia jadikan acuan untuk melarang radikalisme di perguruan tinggi, jauh-jauh hari sebelum regulasi pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) diteken oleh Presiden Jokowi, lewat Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
"Itu data lama. Tapi memang data lama itu yang saya gunakan pijakan kebijakan sebelum adanya peraturan terkait HTI," ujar Menristekdikti kepada Jurnas.com, di Demak pada Jumat (1/6).
Setelah Perppu Ormas lahir, Menristekdikti mengatakan, pihaknya lalu mengintruksikan rektor perguruan tinggi negeri maupun swasta, supaya memberikan pengawasan kepada dosen dan mahasiswa, yang terpapar aliran radikal.
Bahkan, Nasir sempat memberikan wanti-wanti, akan memberikan sanksi kepada rektor yang membiarkan radikalisme berkembang di kampus.
"Setelah ada larangan, saya tingkatkan rektor harus memantau dosen dan mahasiswa yang terpapar radikalisme," terangnya.
Seperti diketahui, BNPT merilis sejumlah perguruan tinggi negeri yang dicurigai sebagai tempat persemaian bibit radikalisme.
Di antaranya Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Diponegoro (Undip).
"Radikalisme di perguruan tinggi itu ada sejak tahun 1983 akibat kebijakan normalisasi kehidupan kampus. Setelah itu mulai ada pergerakan-pergerakan sempalan," ungkapnya.
KEYWORD :Pendidikan Kemristekdikti Radikalisme Mohamad Nasir