Marlen Sitompul | Jum'at, 01/06/2018 16:59 WIB
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil (kanan)
Jakarta - Pimpinan DPR dan Komisi III DPR diminta untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan RUU KUHP yang sedang dalam pembahasan bersama pemerintah.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, masih ada beberapa poin yang perlu dilakukan pembahasan khususnya tindak pidana yang bersifat khusus, korupsi, terorisme, pencurian ikan dan penambangan ilegal serta perdagangan orang.
Menurutnya, hal itu yang harus disinkronkan, apakah dimasukkan dalam KUHP atau dikeluarkan, karena di satu sisi kejahatan-kejahatan khusus tersebut mengalami dinamika sehingga pemidanaannya bisa berubah.
“Ini memang belum klir. Kemarin Tim Perumus menyisir lagi hal-hal yang perlu dibahas lagi terutama masalah berkaitan dengan korupsi. Saya berharap Pimpinan DPR dan Pimpinan Komisi III supaya tidak terburu-buru mengesahkan
RUU KUHP ini,” kata Nasir.
Apalagi, lanjut Politisi PKS dari dapil Aceh ini, selain ada beberapa hal yang harus dibicarakan kembali, RUU ini ada sesuatu yang fenomenal dari RUU warisan Belanda ke RUU hasil bangsa sendiri yang harus lebih baik
Terkait dengan ancaman pidana, Nasir berharap harus rasional, bukan mengikuti perasaan atau emosional. Dia merasa, apa yang sudah dikerjakan sudah cukup baik.
“Dengan adanya dinamika dan masukan berbagai kalangan masyarakat, ada yang mengusulkan tidak perlu dibuka semuanya. Kita lihat nanti pemerintah dan DPR menyikapi hal itu,” tambahnya.
Soal penghinaan kepada Presiden, kata Nasir RUU ini mengatur penghinaan terhadap kepala negara dari negara lain. “Kalau penghinaan kepada kepala negara lain dipidanakan, masak kepala negara sendiri kalau dihina, tidak dipidanakan. Meski demikian itu masuk dalam delik aduan. Kalau presiden merasa terhina dan martabatnya direndahkan, bisa melapor kepada polisi,” jelasnya.
KEYWORD :
RUU KUHP KPK Ketua DPR Presiden Jokowi