Sabtu, 23/11/2024 08:28 WIB

1,3 Juta Anak-anak Terlantar di Irak

Laporan singkat di Jenewa melalui telepon dari Baghdad bahwa 1,3 juta dari 2,6 juta orang yang terlantar akibat pertempuran dasya dengan ISIS adalah anak-anak.

UNICEF

Geneva  - Sekitar setengah dari 2,6 juta orang terlantar di Irak setelah perang berlangsung tiga tahun dengan militan Islamic State Iraq and Syria (ISIS) adalah anak-anak. Demikian laporan Perserikan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat lalu.

Di sela pemerintah Baghdad bulan lalu menyatakan kemenangan melawan  ISIS setelah merebut kembali hampir semua wilayah yang disita oleh kelompok itu pada 2014, serangan bom dan tembakan juga masih bergemuru. Hal itulah yang merepotkan mereka  membangun kembali kehidupan orang yang terlantar, menurut UNICEF.

"Kami percaya bahwa sebagai akibat dari konflik, kurangnya investasi selama bertahun-tahun, dan kemiskinan,  ada 4 juta anak yang sekarang membutuhkan bantuan di seluruh Irak," kata Peter Hawkins.

Ia mengatakan, laporan singkat di Jenewa melalui telepon dari Baghdad bahwa 1,3 juta dari 2,6 juta orang yang terlantar akibat pertempuran dasya dengan ISIS adalah anak-anak.

"Meski sementara pertempuran telah berakhir di beberapa daerah, tapi kekerasan masih terus berlanjut di wilayah lain.  Minggu ini, bom meledak di Baghdad," kata Direktur Regional UNICEF Geert Cappelaere dalam sebuah pernyataan.

"Kekerasan tidak hanya membunuh dan melukai anak-anak, tapi juga merusak sekolah, rumah sakit, rumah dan jalan. Ini merobek tatanan sosial yang beragam dan budaya toleransi yang menyatukan komunitas," sambungnya.

Hawkins mengatakan UNICEF juga membantu anak-anak yang diduga militan ISIS sekarang dalam tahanan dengan memberikan kenyamanan dan bantuan hukum, dan berusaha untuk menyatukan kembali mereka yang terpisah dari keluarga mereka, termasuk mereka yang berada di luar negeri.

Masalah warga sipil yang tercerabut dari wilayah-wilayah Muslim Sunni yang sebelumnya di bawah kendali militan ISIS telah menjadi tulang terakhir pertikaian politik sektarian di Irak.

Politisi Sunni melobi untuk menunda pemilihan parlemen pada Mei untuk memungkinkan pengungs kembali ke kampung halaman mereka untuk memberikan suara mereka di sana. Namun, politikus Muslim Syiah termasuk Perdana Menteri Haider Al-Abadi bersikeras bahwa pemungutan suara berlangsung sesuai rencana pada 12 Mei.

Pada Kamis, Amerika Serikat menyerukan  untuk pemilihan yang akan diadakan tepat waktu. Ia mengatakan, menundanya sama dengan menetapkan preseden berbahaya, merusak konstitusi dan merusak pembangunan demokrasi jangka panjang Irak. (aa)

KEYWORD :

Irak PBB ISIS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :