Marlen Sitompul | Selasa, 03/07/2018 14:59 WIB
Pakar Hukum Tata Negara, Asep Warlan Yusuf
Jakarta - Presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dari 20 persen dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan Yusuf mengatakan, PT 20 persen itu tidak selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut Pemilu 2019 digelar secara serentak antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
"Ini kan melanggar konstitusi. Karena definisi pemilu menurut keputusan MK adalah serentak antara Pilpres dan Pileg," kata Asep, kepada Jurnas.com, Jakarta, Selasa (3/7).
Apalagi, kata Asep, PT 20 persen yang dipakai sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden adalah hasil Pemilu 2014 yang lalu.
"PT yang sudah dipakai pada Pemilu 2014, masa dipakai lagi pada Pemilu 2019. Jadi hemat saya dari prinsip hukum PT 20 persen itu tidak sesuai dengan konstitusi," tegasnya.
Diketahui, sejumlah akademisi dan tokoh publik mengajukan gugatan
presidential threshold ke MK. Mereka menilai
presidential threshold sebesar 20 persen tersebut mendegradasi kadar pemilihan serentak oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.
Para penggugat PT 20 persen terdiri dari mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan akademisi. Mereka yakni Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Chatib Basri, Rocky Gerung, dan Faisal Basri.
Selain itu, ada Hadar N. Gumay (mantan pimpinan KPU), Robertus Robet (akademisi), Feri Amsari (Universitas Andalas), Angga Dwimas Sasongko (sutradara film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Ketua Perludem), Hasan Yahya (profesional).
Pemohon uji materi ambang batas presiden ini akan dibantu oleh tiga orang ahli yakni Refly Harun, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti.
KEYWORD :
Pilpres 2019 presidential threshold Pemilu Serentak